Diposkan pada Super Generation FF

[ Longshoot ] FF Yoonhae – The Gambler

the gambler yoonhae

Title :  The Gambler

Cast : SNSD Yoona, Super Junior Donghae

Author : Nana Shafiyah

Words : 13000 +

Genre : Romance

Rating : Pg-17

Haiii readers-deul, kembali lagi dengan Yoonhae.  FF ini puanjang, lumayan sih hehe, aku lagi males menggal2 cerita jadi aku satuin aja, nanggung juga soalnya hehe ^___^

~Happy Reading ~

PELUH bercucuran membasahi wajahnya. Pukulan dan tendangan tidak terkendali bertubi – tubi menghantam guling tebal yang menggantung disepanjang tambang tiang. Donghae terus melakukannya seolah guling itu adalah lawannya yang harus dihancurkan.

Napas lelaki itu berkejaran tidak karuan. Donghae akhirnya tumbang, kali ini tenaganya benar – benar habis. Punggung polosnya bersentuhan langsung dengan lantai. Ia memejamkan mata, tiba – tiba teringat dengan kejadian tiga hari lalu. Saat Ia terakhir kali ditumbangkan oleh pesaingnya di tengah pertandingan uji coba. Rasa tidak terima menghantam dadanya. Lee Donghae, Sang juara bertahan  kejuaraan nasional Taekwondo bisa dikalahkan oleh anak baru kemarin. Sungguh benar – benar memalukan.

Dengan pijakan sempoyongan Donghae kembali bangkit. Lelaki itu memutar lehernya yang tegang,  lagi – lagi memukuli guling dihadapannya dengan membabi buta, sejak pagi tadi sampai detik ini ketika hari menjelang tengah malam, Ia tidak punya niat sedikitpun untuk berhenti.

“Ekhm.”  Suara tenggorokan seseorang menghentaknya.  Donghae menghentikan kegiatannya dan menoleh sejenak.

Ia menyeringai ketika melihat seseorang itu mendekat kearahnya.

“Masih berlatih? Ini bahkan sudah malam.”

Yoona. Donghae tidak menduga wanita itu memilih tinggal disini. Setahunya malam ini sedang ada perayaan besar – besaran di club malam, tempatnya bekerja. Donghae pikir Yoona akan menari lagi disana.

“Aku ingin berlatih sampai pagi, apa tidak boleh?” Donghae tersenyum singkat dan melanjutkan pukulannya dengan bertubi – tubi.

Yoona melipat kedua tangannya dan memperhatikan gerak – gerik Donghae, “Jangan paksa tubuhmu bekerja terlalu keras.” Yoona melangkah menggenggam bahu Donghae yang tidak terhalangi sehelai benang pun. Meremasnya, Donghae berhenti dan menatap tangan Yoona.

“Aku berkeringat Yoong, singkirkan tangan indahmu atau dia akan ternodai.”

Yoona terkekeh dan melepas tangannya, “Jangankan tanganku yang ternodai, tubuhku yang ternodai pun aku tidak apa.” Akunya dengan enteng seolah tanpa beban. Tangan Yoona meraba punggung Donghae, lalu jemarinya berpindah menjalar bahu Donghae, merangkulnya, lalu menelungkupkan wajahnya diatas bahu kekar itu, “Istirahatlah sebentar aku ingin bicara.” Bisik Yoona. Donghae berpikir sejenak lalu beranjak duduk di sudut tembok, Ia bersandar mengangkat wajahnya kearah plafon sambil memejamkan mata.  Yoona ikut duduk disebelahnya.

Yoona menelusupkan kembali wajahnya diantara bahu Donghae. Donghae tersentak, tangan Yoona membelai dada telanjang lelaki itu.  Donghae menghentikan tangan Yoona agar tidak bermain – main. Namun bukannya berhenti, tangan Yoona  yang dengan sukarela menjauh pada awalnya kini berpindah membelai wajah dan rambut Donghae  bahkan penciumannya menghisap  rahang tegas lelaki itu. Donghae tidak heran, Yoona adalah seorang sexy dancer  popular di salah satu club terkenal. Dia memang pandai menggoda.

Donghae memalingkan wajahnya, kemudian jemari lentik Yoona menggeser wajah Donghae agar memandangnya. Mata mereka bertemu.

“Jangan terlalu berambisi, kau masih punya kehidupan lain selain kompetisi itu.” Ucapnya mengingatkan Donghae.

“SStt—“ Yoona menahan bibir Donghae yang akan berbicara dengan telunjuknya, “Diamlah dan dengarkan aku, “ Yoona mengeja ucapannya, “Aku akan mendukungmu mengikuti kompetisi apa pun tapi tidak dengan memaksa tubuhmu seperti ini. bagaimana pun aku masih membutuhkanmu—“

Bisikan Yoona terdengar seperti desahan di telinga Donghae. Tatapan Yoona menghujam irisnya hingga membuat Donghae tidak bisa bergerak. Entah bagaimana wajah mereka semakin terpangkas. Perlahan – lahan hingga tak menyisihkan jarak. Hidung mereka bersentuhan, saling bertukar napas dari udara yang  mereka membuskan menjalar ke paru – paru.  Donghae menyesap bibir merah muda yang terpapar didepan wajahnya, menyesapnya dalam.

Donghae menidurkan tubuh Yoona, dinginnya lantai tidak lagi Ia rasakan, saat ini tubuh mereka panas membara. Donghae menyesap leher Yoona, Ia mendesah dan mengerang hebat. Suara Yoona semakin membuat Donghae terdorong untuk memiliki tubuh itu seutuhnya.

Permainan Yoona sudah terlalu jauh. Ia tidak menyangka kejadiannya akan sejauh ini. Yoona hanya berniat membujuk Donghae agar berhenti berlatih dengan cara overdose yang bisa menguras tenaganya namun berakhir karena kegiatan mereka lebih dari sekedar menguras tenaga.

Kegiatan mereka tidak berhenti sampai disitu, Donghae membawa Yoona menuju apartemennya. Melanjutkan kegiatan mereka. Yoona juga tidak mengerti apa yang membuatnya mengikuti permintaan lelaki itu. Yoona hanya merindukan buaiannya yang memabukkan. Bahkan sejak pandangan pertama dua minggu lalu, saat Donghae sedang mabuk di club tempatnya bekerja, Yoona sudah tergila – gila dengan Donghae, tapi lelaki itu terlalu dingin. Jadi sebanyak apa pun Yoona mendekatinya, Ia tidak mendapat tanggapan berarti tapi kini ketika Donghae sudah masuk keadalam buaiannya, Yoona tidak akan membiarkan lelaki itu lepas begitu saja.

Pintu apartemen terdobrak, Dengan bibir saling berpangutan Yoona dan Donghae melangkah tidak tentu arah, mereka menikmati kehangatan lidah masing – masing tanpa memperhatikan benda – benda yang berhamburan karena senggolan sadis mereka.

Diam – diam tangan Donghae menyelusup masuk kedalam pakaian Yoona, meremas kedua benda yang ada didalam sana kuat – kuat. Yoona tersentak sekaligus mendesah disela pagutannya. Donghae menghimpit tubuh Yoona ketembok, Ia mendororong panggulnya mendesak area pribadi milik Yoona yang masih terhalagi kain, Donghae semakin membuat Yoona merasakan kehadirannya, Donghae berusaha memperingatkan Yoona agar bersiap – siap karena benda  dari balik lapisan kain itu kembali bangkit dari tidurnya.

 “Sekarang kau milikku, Im Yoona.”

Donghae menciumi bahu Yoona membelai dan mememeluknya sampai kehabisan napas. Dan semalam penuh gairah itu berlanjut hingga mereka jatuh kealam mimpi tanpa sehelai benang pun.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Lampu menajam kearah seorang yeoja yang tengah meliukkan tubuhnya diatas panggung. Musik remix yang menghentak memecah suasana mendenting – denting disetiap sudut ruangan. Yoona mengatur tubuhnya senyaman mungkin dengan musik, Ia berjingkat kesana kemari membuat rambut coklat wanita itu berjatuhan memenuhi wajah. Semakin lama gerakan Yoona memanas, pinggangnya meliuk – liuk seperti karet. Ekspresi wajahnya yang sensual membuat semua lelaki yang melihatnya terperangah lebar.

 “Aku menyukainya, siapa dia?” lelaki beralis tebal itu mengangkat wajahnya kearah panggung.

“Namanya Im Yoona. Dia adalah sexy dancer terpopuler di club ini.” jawab lelaki yang lebih muda yang duduk disebelanya.

“Atur Jadwal kencanku dengan wanita itu.”

“Tapi dia tidak membuka jadwal kencan seperti itu, dia hanya menari.” Lawan bicaranya mengingatkan.

Kedua tangan lelaki itu terkepal kuat, Ia menggeram, “Sial kau ! Berani membantahku hah? Lakukan apa pun agar dia mau berkencan denganku.”

Lelaki  berjaket hitam yang berada disampingnya tersentak. Ia menatap tajam kearah majikannya yang berlaku semaunya. Ia ingin sekali terbebas dari kekangan, Ia menyesal bisa terlibat dengan keparat itu, kalau bukan karena kebangkrutan perusahaan keluarganya Ia tidak akan bernasib seperti ini. Bodohnya dia termakan oleh iming – iming sang majikan yang katanya akan menyekolahkan adiknya ke luar negeri tapi semua itu bohong ?! majikan keparat itu malah menjual adiknya. Belakangan ia mengetahui kalau sang majikan berbuat seperti itu dari keterangan adiknya sendiri yang menjadi wanita panggilan di sebuah club malam.

Berusaha terbebas bahkan Ia rela ditembak mati demi balas dendamnya itu, tapi Ia belum mau mati sebelum Ia menghancurkan sang majikan, Si pembohong besar yang telah menjual adik perempuannya. Ia merasa dimanfaatkan, adiknya dimanfaatkan untuk memperoleh kucuran dana memperluas bisnis club pribadi majikannya, Club Moon,  juga untuk berjudi.

Lelaki itu menatap  kearah wanita yang sedang menari diatas panggung.  Dahinya mengernyit memutar memori dikepalanya tentang ingatan mengenai orang – orang yang bermasalah. Dan pikirannya langsung tertuju kepada wanita yang saat ini digilai oleh majikannya itu, ‘bukankah dia…’

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Setelah tiga puluh menit menari, Yoona akhirnya turun dari panggung. Yoona mengangkat wajahnya menyapu sekitar. Ia hendak mencari seseorang karena sepenglihatannya tadi Ia sempat menangkap seseorang mirip Donghae disekitar sini. Belum setengah perjalanan, Yoona menatap seorang lelaki  asing tersenyum kearahnya.  Seorang lelaki dengan selipan cangklong rokok disudut bibirnya itu menghampiri.

“Hai Nona Im.”

Yoona menahan niatnya untuk mencari Donghae dan membalas sapaan orang itu, “Nde.”

“Perkenalkan aku Moon Gi kwang pemilik Club Moon.”

Pemilik Club Moon? Yoona ingat Club Moon adalah saingan terberat Club tempatnya bekerja. Lalu untuk apa dia disini?

“Ah bahkan dari jarak sedekat ini, Kau masih terlihat sangat menarik Nona.”

Yoona mengernyit perasaannya menjadi tidak enak. Dan benar saja, Sang pemilik Club Moon itu lantas melangkah mendekatinya bahkan kini membelai wajahnya. Refleks tangan Yoona bergerak menepis kasar.

Orang itu tampak heran melihat tindakan Yoona, “Maaf aku sedang sibuk, kalau tidak ada lagi yang ingin anda bicarakan, aku pergi.” Cetus Yoona memandang sinis.  Wanita itu enyah begitu saja, kemudian sosoknya menghilang dibalik kerumunan pengunjung yang tengah berpesta.

‘Huh, sombong sekali. Lihatlah akan ada bayaran dari setiap penolakan.” Ia menatap punggung Yoona yang menghilang, kemudian menyeringai penuh dendam.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Yoona melanjutkan langkahnya. Ditengah kerumunan Ia melihat Donghae bersandar dipermukaan meja bar selagi  memainkan ponselnya dengan tenang. Merasakan tatapan Yoona, Donghae memandang Yoona yang berjalan kearahnya. Pakaian Yoona nampak begitu menggoda dengan tanktop hitam super ketat, memperlihatkan bagian kulitnya yang eksotis.

Yoona berhambur kepelukan Donghae, sedikit mengigit daun telinga lelaki itu  membuat Donghae mendesis. Sementara Donghae membalas perlakuan Yoona kepadanya. Donghae menyesap tengkuk Yoona penuh nikmat hingga Yoona mendesah tidak tertahankan.

Tidak ada yang memperhatikan mereka karena orang – orang sibuk dengan kegiatan clubbing bahkan kebanyakan dari para pengunjung itu dalam keadaan mabuk berat.

Bibir mereka mengecup sekilas, Yoona lantas menjauhkan wajahnya, ketika Donghae Justru berusaha memangkas jarak mereka. Yoona merindukan wajah Donghae, Ia ingin membangun tatapan dengannya, tapi lelaki tidak mau berhenti bermain – main dengan pangutannya.

Dengan paksa Yoona menangkup kedua wajah Donghae menatapnya dalam, “Kau kesini tidak mengabari, hmm?”

“Aku merindukanmu Yoong. Dan aku tidak perlu memberi kabar apa pun untuk memenuhi rasa rindu itu, cukup datang kemari dan masalahku selesai.”

Donghae menarik pinggang Yoona menempel di pinggangnya. Seketika Yoona merasakan sesuatu didalam celana Donghae bergerak gerak.

“Aku lelah, sebaiknya kita minum dulu, ya sebotol soju tidak buruk kan—“

Donghae kembali menghantam Yoona dengan ciumannya bahkan sebelum wanita itu selesai bicara. Yoona pasrah dengan perlakuan Donghae. Mereka berciuman cukup lama, hingga Yoona melepaskan dengan napas terengah, “Donghae- please..” Yoona menampakkan wajah memelas.

Donghae mengatur napasnya, membelai rambut Yoona sampai kebelakang kepala lalu menghela napas, “Baiklah.”

Mereka duduk bersebelahan.  Yoona sibuk dengan sebotol soju dihadapannya menuangkannya lagi dan lagi, sementara Donghae sibuk menatap Yoona yang tengah menghirup aroma Soju dan menenggaknya dengan nikmat. Terhitung dari sekarang Yoona sudah menghabiskan hampir setengah botol dalam waktu lima menit, sedangkan Donghae baru seteguk.

Donghae menahan tangan  Yoona yang hendak menuang soju kedalam gelas.

“Ada apa denganmu ?”

Yoona menatapnya datar, “Ani, hanya lelah.”

“Kau berbohong.”

Yoona tersentak mendengar tebakan Donghae.

“Aku.. aku memang lelah Donghae, aku ingin berhenti dari pekerjaanku sekarang kalau perlu malam ini. Aku berpikir untuk mencari pekerjaan lain,”

Donghae yang sibuk mendengarkan, tersenyum menggenggam tangan Yoona, megeratkan tautan jemari mereka, “Kau ingin menjadi yang lebih baik  aku tentu senang, aku akan mendukungmu.”

Yoona menatap Donghae dengan mata berkaca – kaca, sesungguhnya satu – satunya alasan kenapa Ia mengambil langkah ini adalah Donghae. Karena Donghae terlalu sempurna untuknya dan Yoona merasa harus paling tidak mendekati sempurna agar bisa mengimbangi Donghae.

Donghae menarik Yoona kedalam pelukannya. Membelai rambutnya dan mengecup keningnya. Sementara Yoona memejamkan mata, Ia merasakan kenyamanan dalam setiap belaian Donghae.

Dan disaat bersamaan Yoona tertegun oleh sepasang mata yang mentapnya tajam.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Yoona menggigit bantal ketika layar televisi itu menayangkan pertandingan final kompetisi  bela diri taekwondo. Ia meringkuk dengan bibir gemetaran, memekik tertahan ketika Donghae mendapat serangan bertubi – tubi dari lawannya. Beruntung lelaki itu dengan sigap menangkis, bahkan menghadiahi beberapa serangan balik hingga membuat lawannya kewalahan. Yoona menunggu dengan perasaan was –was. Rupanya dimenit – menit terakhir, Donghae berhasil menumbangkan lawannya, Yoona meremas kesepuluh jemarinya, Ia tahu lelaki itu sudah kehabisan tenaga. Dan ketika perlawanan sang lawan tidak lagi berarti, wasit akhirnya memutuskan bahwa Donghae pemenangnya. Yoona tersenyum lega. Tiba – tiba bel pintu flatnya berbunyi. Yoona mengernyit, siapa yang datang ke flatnya malam – malam begini?  Yoona sempat menyangka bahwa itu Donghae, tapi mengingat siapa yang baru saja ditontonnya, Yoona buru – buru menepis. Ia beranjak mengintip dari jendela dan menemukan seorang pria berswater hitam dengan kerah berdiri menutupi sepertiga wajahnya.

Yoona menelan ludah, tangannya bergetar membuka pintu. Setelah pintu terbuka seseorang diluar sana menerobos masuk dan menghantam bahu Yoona membuat pijakan wanita itu limbung.

“Aku butuh uang Noona, Noona tolong aku.” Yoona menepis tangan adiknya yang memohon – mohon. Dari gayanya yang sempoyongan dan agresif Yoona yakin dia sedang kehabisan obat – obat terlarang itu lagi.

“Aku tidak bisa memberimu sepeser pun.”

“Noona—“

“Pergi kau! Pergi !” Yoona mengarahkan telunjukkanya kearah daun pintu.

“Tidak.” Tolaknya, “Aku tidak akan pergi Noona !” Ia menerobos seisi flat Yoona mengobrak abrik isinya. Mulai dari laci meja hingga setiap bagian dilemari. Taemin mengambil semua uang dan perhiasannya, kini perabotan yang berjatuhan tidak lagi berharga.

“Kembalikan, kembalikkan !”

“Minggir !” Taemin mendorong tubuh Yoona hingga tersungkur. Yoona tidak bisa berbuat apa- apa. Obat- obatan itu membuat adiknya kesetanan.

Taemin pergi membawa semuanya meninggalkan Yoona yang terngah terpekur diatas lantai yang dingin.

Yoona mendengar suara getar ponselnya, tertimbun dibawah bantal sofa.  Yoona menghela napas bersyukur bahwa Taemin tidak menemukan benda itu. Ia melihat seseorang itu adalah Donghae. Yoona tidak melihat jelas karena matanya kabur, tapi Ia bisa mengeja namanya. Ia tidak ingin membiarkan Donghae mendengarkan suaranya yang sesanggukan, jadi Yoona memilih melepas baterai ponselnya. Tidak sampai disitu, Ia juga membantingnya kesembarang tempat.

Yoona melangkah menuju kamarnya, wajahnya kosong, bahkan semua hartanya habis dijarah oleh adiknya sendiri ia tidak punya apa – apa. Yoona menelungkupkan diri dibawah selimut, meratapi nasibnya sendiri.

Ia memutuskan untuk memejamkan mata dan hidup dialam mimpinya, menghilang dari dunia nyata yang memusingkan. Pada akhirnya Yoona terbangun dengan mata yang perih. Ia berjalan dengan kedaan acak – acakan. Yoona terbangun karena tenggorokannya tidak nyaman. Seketika Ia sadar kalau ini menjelang tengah hari.

Yoona melewati ruang tengah, ponselnya tergeletak dilantai. Setelah menenggak botol air putih hingga habis Yoona menyusun bagian – bagian ponselnya hingga utuh, Yoona penasaran apakah ponselnya masih bisa berfungsi setelah Ia banting semalam?

Beberapa saat setelah ponsel itu hidup panggilan masuk menghadang ponselnya hingga berdering. Yoona mengernyit. Nomer tidak dikenal.

 “Yoboseyo?”

“Selamat pagi, apa benar ini dengan Im Yoona?”

“Nde.”

“Kami dari perusahan karaoke memberitahu bahwa anda diterima sebagai pelayan ditempat kami.”

Mata Yoona membulat.” Oh Jinja?”

“Nde, anda sudah boleh bekerja, sementara ini anda mendapat shift malam ini.”

“Jadi aku bekerja malam ini?” Yoona mendengarkan penjelasan orang itu. Ia mengangguk mengerti lalu mematikan sambungan itu.

Yoona menatap layar ponselnya. Saat ini perasaannya campur aduk antara sedih dan bahagia. Ia bahagia karena Donghae menang dalam kompetisi itu juga karena Ia sudah berhasil mendapatkan pekerjaan  baru sebagai pelayan biasa—paling tidak Yoona bisa terbebas dari pakaian seksi— dan kabar terburuknya adalah masalah Taemin yang menghancurkan semua mood baiknya. Taemin, Ia sudah putus asa. Kapan adiknya itu akan keluar dari rasa ketergantungan benda haram itu ? Yoona pusing sekali memikirkannya. Ia selalu berdoa semoga ada cara agar Taemin jera, meskipun adiknya harus berdiam didalam jeruji besi, ia rela.

Yoona menghela napas, usai menimbang – nimbang wanita itu memilih menonaktifkan ponselnya lagi. Ia tidak ingin diganggu. Ia hanya akan mengaktifkannya nanti, jika Ia akan bekerja. Pagi ini sampai sore nanti Yoona hanya ingin berada dikamarya mengurung diri didalam selimut tanpa berbicara kepada siapa pun, lagi pula sekarang uangnya sudah habis dirampok jadi Ia tidak berniat pergi kemana – mana.

Dan benar saja, Yoona benar – benar merealisasi rencananya. Wanita itu kembali ke kamarnya. Membenamkan diri kedalam selimut lalu memejamkan mata, meneruskan tidur lelapnya yang terputus, dengan begini ia tidak perlu memikirkan apa pun…

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Setelah berhasil memenangkan pertandingan, Donghae diberi kelonggaran meliburkan diri  selama satu minggu. Tapi seharian ini teman – temannya mengajak bertemu untuk menghadiri acara para petinggi. Donghae tidak bisa menolak, karena ini atas permintaan semua orang, saat – saat seperti ini Ia dituntut untuk tidak egois tapi Ia tidak bisa memungkiri kalau saat ini Ia menghawatirkan Yoona. Berkali – kali lelaki itu mencari – cari kesempatan untuk berkutat dengan ponselnya berharap Yoona memberi kabar tapi lagi – lagi hasilnya seperti semalam. Ponsel Yoona tidak aktif.

Donghae mencoba menghubungi salah satu teman Yoona, Tiffany. Yoona pernah memakai ponselnya untuk menghubungii Tiffany, dan diam – diam Donghae menyimpan nomernya.

“Ah sudahlah Yoona memang begitu, biarkan saja nanti juga baik sendiri.”

Begitu jawaban yang Ia dapatkan. Tapi Donghae tetap hawatir. Selama acara Donghae tersenyum ditengah kegelisahan. Ia tidak tahu perasaan apa yang menghinggapinya, kenapa Ia sangat menghawatirkan Yoona? Apa memang terjadi sesuatu…

Usai makan Siang bersama, Donghae mengarahkan setir mobilnya menuju flat Yoona. Sesampainya didepan pintu Donghae menarik napas dan menghembuskannya. Tangannya lalu bergerak, memencet bel pintu sampai tiga kali. Tidak ada jawaban.

Hampir menyerah ketika tidak juga mendapat jawaban, Donghae membenturkan punggungnya kepermukaan pintu, tidak sengaja tangannya menyenggol gagang pintu, dan setelahnya Donghae merasakan tubuhnya sedikit terdorong. Kerutan didahi Donghae samar – samar tampak, lelaki itu  mencoba menekan gagang pintu itu dengan pasti. Pintu terbuka.

Jadi Yoona tidak mengunci pintunya.

Donghae melangkah perlahan lahan kedalam flat Yoona, Ia terkejut menemukan barang – barang didalam laci berserakan dimana – mana, kursi terbanting, bahkan vas bunga diatas meja sepertinya habis terjatuh dan sekarang serpihan benda itu sudah berhamburan dilantai. Lantas Donghae mererobos. Ia memeriksa kamar Yoona.

Bernapas lega ketika orang yang dicarinya terbaring disana, Donghae melangkah menuju posisi ranjang, Ia duduk dipinggirnya, dan menatap seseorang yang sedang terbenam didalam selimut. Donghae menyibak benda hangat itu sedikit memperlihatkan wajah Yoona yang sedang terpejam damai.  Donghae mengelus rambut Yoona yang menutupi sebagian wajah wanita itu, dan menyingkirkan surai – surai hitam itu dari wajah Yoona. Donghae menyentuh pipi Yoona. Suhu tubuh Yoona menunjukkan bahwa wanita itu baik – baik saja, Yoona tidak sakit seperti kehawatirannya, Donghae bernapas lega.

Tatapan Donghae berpaling kearah kening Yoona yang indah dan halus. Donghae ingin sekali menyentuhnya. Lantas lelaki itu mencondongkan tubuhnya untuk menjangkau poisisi Yoona. Namun Yoona merasakannya. Yoona merasakan napas Donghae yang berhembus dikeningnya.

Kedua mata Yoona membulat, Ia mendorong tubuh Donghae begitu saja dan melempari lelaki itu dengan bantal – bantal disekitarnya. Menghujam wajah  Donghae berkali – kali. Donghae mati – matian menepisnya. Yoona seperti orang kesetanan dan berteriak – teriak ditengah hujamannya.

“Yakk apa lagi yang kau cari huh ? Kau sudah mengambil semua uangku,  kau sudah mengobrak ambrik semua barang – barangku, aku sudah tidak punya apa – apa kau tahu ? Sekarang apa lagi yang kau minta, tabunganku begitu ? Kau pikir aku mengumpulkannya dengan mudah ? Aku harus bekerja mati – matian dan kau malah menghabiskannya dengan membeli barang haram itu dan berjudi ?! Berengsek kau , brengsek?!!!”

“Yoona – Yoona-ah hentikan !,” Donghae mencengkram dua tangan Yoona. Dan menatap wanita itu dalam. Yoona terdiam  dengan wajah memerah.

“Yoona aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” Donghae menjelaskan dengan penuh tekanan.

Yoona bergeleng ketika kesadarannya terkumpul sepenuhnya, ternyata orang itu bukan Taemin seperti yang ada dalam pikirannya. Ternyata dia adalah Donghae dan Yoona sudah melakukan hal yang sungguh bodoh.

“Ah rupanya… “ Yoona memijat pelipisnya,  Ia memperbaiki penglihatannya yang buram, “Donghae-ssi.”

Donghae mengalihkan pandangannya, Ia merenung sesaat lalu terkekeh miris, “S-Donghae-ssi?” gumamnya tidak percaya kepada dirinya sendiri. Jadi setelah apa yang mereka lakukan, Yoona menganggapnya orang asing.

“Mianh… hae, aku hanya asal bicara.”

Yoona mengumpulkan seluruh akal sehatnya, begitu semua terkumpul menjadi satu, Ia bertanya, “Bagaimana kau bisa—“

“Pintumu tidak dikunci.” Potong Donghae.

Yoona terbelalak, “Jinja?” dan sekarang Yoona ingat, setelah kedatangan Taemin Yoona memang tidak memperhatikan lagi keadaan pintu rumahnya.

“Apa yang terjadi Yoong?”

“Eoh?” Yoona tersadar dari lamunannya, fokusnya berpaling.

“Kenapa keadaanmu seperti ini?”

“Ah, aku—“ Yoona terganggu oleh tatapan Donghae yang mengintimidasinnya, “Aku—aku kebelakang dulu, aku akan menata penampilanku.” Yoona bangkit, Ia menduga penampilannya berantakan saat ini. Baru selangkah berjalan Donghae menjegat lengannya.

“Siapa dia? Si brengsek yang suka berjudi dan memakai barang haram?”

Mendengar pertanyaan Donghae Yoona merasa tidak nyaman Ia bergerak gelisah, mencoba menghempaskan lengan Donghae, sayangnya usahanya itu tidak berpengaruh apa – apa.

“Donghae sudahlah bukan hal penting, aku sedang tidak ingin membahasnya.” Yoona menampik,  Donghae bangkit dengan tatapan sengit hingga menusuk bola matanya, “Lalu kalau bukan hal yang penting kenapa kau seperti ini bahkan tidak mengangkat teleponku?”

“A-aku melakukannya bukan karena itu.”

“Lalu?”

“Aku hanya sedang badmood, aku lelah. Donghae kuharap kau mengerti.” Yoona menghela napas lesu. Donghae menatapnya dengan sendu. Jujur Ia juga lelah melihat keadaan Yoona yang seperti ini.  Lantas Donghae membawa Yoona kedalam dekapannya.

“Baiklah kalau tidak ingin bercerita aku tidak akan memaksa, tapi jika suatu saat kau membutuhkan seseorang untuk membagi ceritamu aku bersedia menjadi pendengarmu.”  Donghae berbisik ditelinga Yoona. Kalimat Donghae begitu tajam dan menembus jantungnya. Saat ini Yoona tidak ingin melibatkan siapa pun dalam masalahnya. Yoona menghargai niat baik Donghae tapi Ia belum sepenuhnya yakin pada lelaki itu mengingat hubungan mereka yang hanya sekedar teman kencan.

Yoona melonggarkan pelukan Donghae, mengecup bibir lelaki itu sekilas dan menatapnya, “Gomawo sudah mau mengerti.”

Donghae menghadirkan seulas senyum dibibirnya. Ia membalas kecupan Yoona, beberapa kali bibir mereka bertemu hingga kecupan itu berubah menjadi pagutan penuh nafsu.

Donghae melingkarkan kudua tangannya disekeliling pinggang Yoona, menarik tubuh Yoona agar benar – benar menempel hingga bergesekan dengan  sesuatu didalam celananya yang mengengang. Sementara itu Yoona menikmati permainan ini, ia mendesah tertahan.  Tangan kirinya melingkar pada tengkuk Donghae, sebelahnya lagi membelai dada bidang lelaki itu. Ketika pangutan mereka semakin memanas, Yoona tidak bisa menahan sensasi panas membara dalam tubuhnya, Ia Mencengkram kuat kemeja Donghae hingga dua kancing atas lelaki itu terlepas.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Yoona berdiri didepan westafle kamar mandi. Ia menatap baju seragam hitam putih yang melekat ditubuhnya.  Ini adalah hari pertamanya bekerja ditempat karaoke. Ia memperbaiki kerah kemejanya dan mengancingnya sampai keatas. Bagaimana pun Ia tidak mau menjatuhkan penilaian orang terhadap karyawan baru sepertinya. Yoona menghitung terlalu banyak kiss mark yang menempel disekitar area dadanya.

Yoona menghela napas, Memasang dasi kupu – kupu, untung ini cukup untuk menutupi jejak itu.

“Ah Yoona-ssi kebetulan kau disini.” Yoona menoleh kebelakang, tampak wanita berseragam sepertinya berdiri membungkuk sambil memegangi perutnya.

“Tolong kau gantikan aku mengartar minuman, sepertinya aku sedang mengalami masalah pencernaan, awhh tolong yaaa bantu yang lain.”

“Ah nde Sunbaenim.” Yoona mengangguk mengerti lalu bergesas melakukan apa yang diperintahkan.

Yoona melangkah ke bagian pengantar minuman. Disana teman– temannya sedang sibuk mengatur pesanan dari pelanggan. Salah seorang menghampirinya dengan membawa nampan berisi minuman dan beberapa makanan kecil.

“Yoona-ssi tolong kau antar minuman ini  ke ruang VIP A21,” Yoona mengambil nampan itu. Bersama rekannya Tiffany, Ia bergegas menuju ruang yang diperintahkan.

Sesampai mereka disana mereka dihadapkan pada situasi yang sangat ramai, beberapa orang berbondong bondong masuk kedalam ruangan eksekutif ditempat ini. Senior mereka mengatakan sedang ada perayaan di ruang itu. Sebuah pesta kemenangan, mereka adalah tamu penting. Mereka adalah team atlet yang memenangkan kompetisi bela diri. Usai dipersilahkan masuk  salah seorang dari mereka mengarahkan Tiffany dan Yoona untuk menaruh makan diatas meja, mereka berjelan mengikuti.

Langkah Yoona berhenti seketika, matanya menangkap sesuatu yang tidak menyenangkan. Awalnya Yoona senang melihat Donghae, Ia memang merindukan pria itu, Ia ingin melihat wajah namja itu sekali lagi tapi bukan dengan cara seperti ini…

Donghae Sedang duduk disofa. Dikanan kirinya ada dua wanita yang sedang membelai bahunya. Donghae tampak mengobrol dengan santai, Ia nenatap kedua wanita itu bergantian. Jadi dia punya banyak wanita. Ya, selama ini firasatnya tidak salah, sejak awal Yoona sudah menyadari kalau sosok sempurna seperti Donghae memang punya banyak wanita yang bisa diajaknya berkencan kapan saja. Sebuah kesalahan fatal kalau Yoona menganggap bahwa Ia adalah satu – satunya.

Dan yang membuat Yoona sesak adalah salah satu wanita itu membelai wajah Donghae seraya membuka kemeja lelaki itu, mengelus dadanya dan Donghae tampak menikmatinya.

“Yak Yoona-ah… Yoona-ya, Im Yoona !”

Semua mata menatap kearah Tiffany ketika suaranya memenuhi ruangan. Tiffany dengan wajah kesal menatap temannya yang sedari tadi hanya berdiri mematung tanpa mengikutinya. Hingga Tiffany berteriak memacu volume suaranya ketingkat penuh. Semua mata memandangnya. Tidak hanya Yoona yang menoleh tapi beberapa orang bahkan menatap aneh.

Dan beberapa orang diantaranya adalah Donghae. Lelaki itu menoleh dengan sinar keterkejutan  yang terpancar dari matanya.

Tiffany membungkuk berkali – kali kepada orang – orang yang terganggu dengan suaranya.  Yoona akhirnya berdiri dibelakangnya dengan wajah yang juga menyesal. Buru – buru Ia menata makanan dan minuman dari nampan keatas meja. Setelah selesai, Yoona membungkuk sekali dan melesat pergi. Tiffany menahan kata – katanya diujung lidah, mulutnnya sudah terbuka  tapi tidak ada suara yang keluar, Ia malah tertegun menatap langkah Yoona yang tergesa – gesa.

Setelah berhasil keluar dari ruangan itu  Yoona menghela napas dan menghembuskannya diudara. Ia mendekap nampan kosong didalam pelukannya erat. Ia tidak bisa terus menerus seperti ini, dengan sedikit harapan bahwa Donghae benar – benar serius dengan hubungan yang mereka bina, hanya karena mereka beberapa kali menghabiskan malam bersama. Bahkan Donghae melakukannya dengan banyak wanita. Dan pemandangan beberapa saat lalu menegaskan semua bahwa harapan itu sudah hancur.

“Yoona-ya.” Seseorang menjegal lengan atasnya dari belakang. Yoona menoleh. Melihat bahwa yang melakukannya adalah salah satu pelanggan mereka, Yoona memasang senyum wajar lalu membungkuk hormat, “Annyeong, ada yang bisa saya bantu?”

Donghae terdiam. Saat ini posisinya adalah dia pelanggan di tempat Yoona bekerja. Donghae tidak bisa berkutik atas reaksi Yoona tapi masalahnya, Ia juga bingung harus bagaimana. Donghae ingin menjelaskan sesuatu agar Yoona tidak salah paham disisi lain Ia tidak ingin mengganggu pekerjaan Yoona ditengah jam kerjanya.

“Apa tidak ada Tuan? Baiklah kalau—“

“Ada.” Potong Donghae. Yoona menatapnya.

“Bantu aku mengerti bagaimana dirimu.”

“Apa?”

Donghae menerawang, jemarinya bermain main membelah surai hitam dikepala Yoona, “Kau marah padaku, iya kan?” tatapan Donghae berubah dingin. Mendesak Yoona hingga wanita itu harus memutar otak bila tidak ingin dipandang layaknya pengemis cinta.

“Untuk apa aku marah? Aku juga tidak ada bedanya dengan wanita – wanita itu, paling tidak aku sudah berhasil menggodamu.”

“Jadi kau menganggap hubungan kita hanya sebatas itu? Wanita penggoda bersama lelaki satu malamnya.”

“Lalu apa yang ingin kau dengar? Cinta yang tulus.” Yoona menatap langit – langit, bola matanya berputar setengah lingkaran, “Lupakan saja cerita dongeng itu.”

Rahang Donghae mengeras. Ia mendesak pijakan Yoona membuat wanita itu mundur selangkah demi selangkah hingga punggungnya bertubrukan dengan tembok.

“Kau tahu, perempuan penggoda menawarkan tubuhnya sekali dan mereka membuatku mati kebosanan.” Donghae mengusap dagu Yoona, mengangkatnya sedikit, “Kau bukan mereka dan sudah jelas berbeda, kau itu wanitaku, candu yang manis.”

Yoona mengalihkan tatapannya. Kedua tangan Donghae lalu berpindah menggenggam bahu Yoona, menyakinkannya, “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini, tapi, perempuan yang kau lihat mereka sudah disewa oleh teman – temanku, dan itu sama saja membiarkan mereka memakan gaji buta kalau aku hanya membiarkan mereka duduk diam.”

Donghae menghela napas putus asa ketika Yoona tidak kunjung membalas tatapannya, “Aku tidak akan sembarang tidur dengan wanita, kau yang pertama.”

“Semua lelaki akan berkata seperti itu.” sangkal Yoona.

“Aku serius,”

Yoona menepis lengan Donghae agar lepas darinya, Ia terkekeh miris, “Kau tahu aku juga pernah menggodamu diruang latihan itu, dan yang kuinginkan juga sama seperti mereka. Aku menginginkan uangmu.” Jelas Yoona mengungkapkan isi hatinya. Semua kalimat yang keluar dari mulutnya adalah benar – benar dari hati. Yoona tidak bisa memuugkiri bahwa alasan dirinya mendekati Donghae adalah karena Ia ingin mencoba menjadi wanita penggoda, bekerja sebagai sexy dancer tanpa berkencan dengan lelaki tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya— bukan— tidak hanya kebutuhannya tapi juga Taemin yang mengacauakan hari – harinya dengan amukannya  ketika anak itu tidak bisa membeli barang haram atau kalah berjudi.

Malam itu Donghae adalah sasaran pertamanya. Tatapan Donghae yang dingin ketika menenggak minumannya membuat Yoona tertarik. Yoona menduga Donghae adalah lelaki kesepian, akan mudah baginya untuk menggoda lelaki seperti itu, secepat Ia dengan mudah melemparnya ke tepi jalan. Donghae adalah  pria membosankan, Donghae tampak menyedihkan, begitu yang terbersit dikepalanya pertama kali. Yoona berusaha mendekati Donghae, mengajaknya berkencan meskipun awalnya tidak menerima reaksi setimpal. Hingga saat itu, Yoona tidak pernah menyerah walau harus menemani lelaki itu sampai malam di ruang latihan.

Dan usaha Yoona membuahkan hasil. Donghae menunjukkan ketertarikannya. Usai tujuannya tercapai sesuai rencana,  Ia akan mengeruk habis uang Donghae lalu meninggalkan lelaki itu begitu saja.

Tapi Yoona salah, usai malam yang menegangkan di apartemen Donghae, Yoona terjerat oleh pesona lelaki itu yang terus mendekatinya dan tidak berhenti untuk menunjukkan sikap perhatiannya. Sadar atau tidak sadar Yoona menyukai sikap perhatian Donghae kepadanya. Donghae adalah satu – satunya alasan yang mengurungkan niat Yoona untuk menjadi perempuan penggoda. Donghae menjadi alasan baginya untuk keluar dari dunia abu – abu. Sama halnya dengan Donghae, Yoona tidak menyangka Donghae jatuh terlalu dalam karena kejadian malam itu, saat Yoona menemukan Donghae di ruang latihan, Yoona semakin ingin memiliki lelaki itu seutuhnya. Yoona sadar kedudukan mereka tidak seimbang. Wanita itu berusaha menghindarinya tapi Ia tidak  tega. Yoona tidak punya kuasa menolak niat baik Donghae untuk lebih dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, mereka berhubungan sampai sekarang. Donghae membuat Yoona percaya bahwa lelaki itu bersungguh – sunggut tapi nyatanya Ia salah. Donghae adalah lelaki biasa. Ia sama saja dengan lelaki  buaya diluar sana.

“Kalau begitu  mulai sekarang bekerjalah untukku.” Suara Donghae memecah lamunan Yoona. Wanita itu mendongak, “Apa?”

“Bekerja untukku seumur hidupmu.” Punggung tangan Donghae membelai sisi wajahnya, halus dan meluncur seperti ada diminyak dipermukaannya.

“Dan aku akan memberikan apa pun yang kau butuhkan.” Intonasi yang timbul  semakin rendah diujungnya. Donghae memangkas jarak wajah mereka, hingga Yoona bisa menghirup udara yang Ia hembuskan. Yoona menutup matanya, tidak ingin membayangkan apa yang terjadi selanjutnya namun begitu Ia mengharapkan sesuatu, sesuatu seperti… sentuhan yang membuat dunianya melayang….

“Yoona-yaa ?!”

Yoona mendorong bahu Donghae kebelakang, Suara yang tiba – tiba menyahuti namanya barusan membuat Yoona kalang kabut. Ia mengatur napasnya yang berantakan setelah itu menatap seseorang yang barusan memanggilnya. Tiffany berlari kearahnya dengan wajah khawatir.

“Yoona cepatlah Sunbae mencarimu, sepertinya malam ini kita kedatangan banyak pelanggan.” Ujar Tiffany dengan napas terengah. Yoona menatap Donghae sekilas yang melihat kearah lain, kemudian Ia segera menarik tangan Tiffany dan pergi dari sana.

Ditengah perjalanan Tiffany merasakan lehernya seperti tercekik sesuatu karena Yoona berjalan cepat sekali.

“Pelan – pelan saja jalannya, bisa tidak, Im Yoona?” Protes Tiffany dengan wajah menyindir.

Yoona berhenti melangkah, dan menunduk menyesal, “Mian.”

Tiffany menghembuskan napas kasar,”Apa dia orangnya?”

“Apa?”

“Dia yang bernama Donghae itu? Yang tiba – tiba saja menelponku karena menghawatirkanmu?”

Yoona mengernyit bingung, “Donghae menelponmu?”

“Hmm…” Ia mengangguk, “Katanya ponselmu tidak aktif.”

Yoona berpikir sejenak. Jadi Donghae benar – benar hawatir? Sampai dia datang ke flatnya tadi siang… Tidak, mungkin Donghae hanya mencoba tebar pesona. Mungkin Donghae hanya ingin memastikan Ia masih hidup atau tidak. Yoona tidak harus berpikir kalau Donghae peduli padanya kan? Mereka teman kencan jadi wajar saja kalau Donghae mencarinya. Mungkin saat itu Donghae sedang butuh seseorang untuk ‘menemaninya’, itu saja.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Merasakan udara yang dingin, Yoona merapatkan mantelnya. Mendapatkan shift malam membuat dirinya harus pulang  pagi – pagi buta, setelah Tiffany dijemput oleh kakaknya, Yoona berjalan sendiri. Tinggal beberapa langkah lagi, Ia akan sampai ditempat pemberhentian bus. Meski pun kendaraan umum beroperasi 24 jam tetapi mungkin Ia akan sedikit lama menunggu bus tujuannya, sekarang baru jam tiga pagi, tapi itu lebih baik dari pada tidak bisa pulang sama – sekali.

Dari kaca spion mobilnya Donghae melihat Yoona berjalan kearah dimana kendaraannya terparkir. Tinggal sedikit lagi dan Ia akan menampakkan wajahnya didepan Yoona. Inilah yang sejak tadi ditunggunya. Donghae menanti dengan gelisah, sekarang Ia sedikit kesal dengan langkah Yoona yang lamban.

Tetapi sesuatu yang tidak disangkanya terjadi. Sebuah mobil hitam melaju mengikuti langkah Yoona. Mobil itu melambat, sang pengemudi menurunkan jendela dan menampakkan wajahnya, Donghae tidak melihat jelas siapa orang itu, tapi sepertinya Ia lelaki. Langkah Yoona berhenti seiring dengan berhentinya mobil itu, Tampak Yoona bercakap – cakap dengannya lalu tidak lama Yoona menyeberang masuk kedalam mobil, bahkan Ia  duduk disamping pengemudi misterius itu.

Tangan Donghae mengepal kuat. Melihat bagaimana Yoona dengan gampangnya masuk kedalam mobil itu membuat aliran darahnya memanas. Gemeretak giginya memecah keheningan. Donghae tidak tahan melihat pemandangan itu, wajahnya mengeras, tiba – tiba Donghae menjadi tidak sabar meninju sesuatu disekitarnya kalau perlu meninju wajah orang itu. Sampai detik ini Donghae masih tidak percaya bahwa Ia dengan mudahnya disalip oleh seseorang yang entah siapa.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Didalam mobil Yoona melirik sang pengemudi mobil yang ditumpanginya. Dengan wajah heran Ia menebak – nebak dari mana Taemin memperoleh ini semua ? Apa tadi yang dikatakannya bisa dipercaya ? Bekerja sebagai supir dan Ia kebetulan lewat sini setelah mengantar anak bosnya pulang dari club. Yoona tidak tahu apa maksud Taemin melakukannya, akhir – akhir ini sudah menjadi hal yang langka, Taemin bersedia membantunya. Aneh memang,  tapi Yoona tidak berpikir untuk menolak bantuan Taemin karena Ia lelah untuk berjalan lebih jauh lagi. Mungkin Taemin merampok rumahnya malam itu untuk membayar hutang – hutangnya dan hidup dengan benar. Yoona tidak bisa berpikir apapun lagi  setelah itu. Ia terlalu pusing menghadapi tingkah adiknya selama ini, Yoona lelah memikirkan kemungkinan terburuk seperti Taemin mencuri mobil atau lain sebagainya.

“Istirahatlah dulu Noona, nanti kalau sudah sampai akan kubangunkan.”

Yoona menuruti perkataan Taemin. Ia menyandarkan kepalanya di punggung kursi, perlahan kedua matanya menutup, sudah sejak tadi Yoona ingin melakukannya. Tidak biasanya Ia lelah seperti ini. Mungkin karena tubuhnya belum terbiasa menghadapai  pekerjaan baru.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Donghae memutuskan untuk mengikuti mobil itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Donghae tidak peduli Ia akan disebut penguntit atau apa. Donghae berdecak frustasi ketika mobil itu terhalangi oleh mobil lain yang membuat Donghae hampir kehilangan jejak. Donghae berkalli – kali menginjak pedal gasnya dan membanting setir kekanan dan keriri hanya demi mengejar mobil Yoona dan pria misterius itu, Donghae benar – benar tidak membiarkan mobil itu menghilang dari jangkauan penglihatannya.

Jalan ini jelaslah bukan jalan menuju falt Yoona. Donghae mengernyit semakin curiga dengan arah mobil itu. Berjuta kemungkinan mengetuk pikirannya. Dari pikiran biasa – biasa saja hingga yang terburuk. Donghae bergeleng menepis pemikiran buruk yang mendominasi kepalanya. Tidak mungkin.. Tidak mungkin Yoona berkencan bersama pria itu disuatu tempat. Tapi melihat gelagat Yoona yang sepertinya mengenal sang pengemudi mobil,  maka diindikasikan bahwa ada sesuatu diantara mereka. Atau.. Dia sahabat, atau mantan pacaranya. Dan Sial ! tanpa sadar Donghae memukul setir mobilnya dan tidak sengaja bunyi klakson yang menghentak akibat ulahnya itu justru mengagetkan dirinya sendiri, terlebih orang lain yang mungkin mengumpat, bahkan beberapa dari mereka ikut membunyikan klakson kearahnya.

Donghae mengacak – ngacak rambutnya. Menyadari bahwa tindakan itu bisa membahayakan keselamatan dirinya sendiri dan orang lain saat berkendara, Donghae kembali fokus mengemudi, beruntung mobil yang membawa Yoona belum terlepas dari jangkauannya. Sesaat Ia serius dengan pergerakan mobil itu, Donghae menyadari bahwa saat ini Ia tidak lagi berada diantara hilir mudik kendaraan. Kini Ia melaju ditengah jalan sunyi. Firasat aneh menggerayangi batinnya. Melihat  kesunyian disekeliling jalan yang dilewatinya membuat Donghae harus menghembuskan napas berkali – kali.  Dan tidak lama sesuatu diluar dugaannya terjadi…

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Tubuh Yoona terhempas kedepan. Kedua matanya mengerjap berkali – kali. Ia menoleh kesekitar. Gelap dan sepi. Ini jelas bukan lingkungan yang dikenalinya. Tatapan Yoona menghunus kearah Taemin, adiknya itu sibuk  merenung dibalik kemudi, tangannya yang masih memegang stir terlihat kaku dan gemetar. Seketika Perasaan Yoona berubah waspada. Yoona belum mampu mengedipkan matanya. Yoona mati – matian meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik – baik saja, tapi hatinya justru menolak anggapan itu mentah – mentah.

“Tae-min-ah, Sebenarnya kita dimana?”

Tidak ada jawaban yang didengarnya. Kedua tangannya saling bertaut gelisah. Ia mengigit bibir bawahnya, “Taemin—“

“Diam !” bentakan itu membuat Yoona bungkam. Tepat setelahnya seseorang menerobos pintu disamping Yoona. Seseorang berkaca mata hitam itu menarik lengan Yoona dan memaksanya untuk keluar dari mobil, Yoona memberontak dengan tenaga seadanya, Ia memohon – mohon kepada Taemin agar membantunya keluar dari cengkraman orang – orang itu tapi entah kenapa Taemin hanya diam saja. Yoona menyerah, tenaganya sudah habis dan kali ini Ia hanya mengandalkan teriakannya yang tidak seberapa.

Rasa nyeri akibat cengkraman itu tidak hanya  terasa disebelah lengannya tapi dikedua lengannya juga bagian bahu. Yoona memekik kesakitan akibat tubuhnya yang diseret – seret oleh dua orang berbadan besar dan berpakaian serba hitam. Yoona berteriak tapi Ia kehabisan suara, jadi teriakannya dengan mudah tertelan. Yoona pasrah karena tidak punya apa pun lagi  untuk meloloskan diri, bahkan meskpun Ia mati disini,  tidak akan  ada seorang pun yang menggubris teriakannya.

Yoona menengok  kebelakang sekali lagi, dengan sejuta air deras yang mengalir dipipinya, sedikit harapan masih  tersisa agar  Taemin menyelamatkannya. Tapi yang bisa dilihatnya kini adalah kaca mobil yang hitam. Yoona bergeleng tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Taemin seperti menjebaknya, Taemin hanya berdiam diri dibalik kemudi saat dua orang lelaki memperlakukannya seperti binatang.

~Bugg~

Satu persatu tangan yang mencengramnya terpental menjauh. Yoona terdiam. Akhirnya sang penyelamat itu datang.

 Pijakan Yoona runtuh. Ia shock menghadapi kenyataan, kejadian ini terlalu tiba–tiba. Yoona tergeletak tanpa tenaga. Ia berusaha mengatur napasnya agar kembali normal. Namun usahanya lagi – lagi sia – sia, ternyata orang – orang itu tidak hanya berjumlah dua, tapi entah muncul dari mana mereka bertambah banyak, Yoona menghitungnya lebih dari  lima. Dan salah satunya muncul dibelakangnya dan menggeret tubuhnya entah kemana.

“D-Donghae-ah.” Yoona bergumam tidak percaya ketika menyaksikan sendiri Donghae sedang melawan orang – orng itu. Ternyata sang penyelamat itu adalah Donghae. Yoona bergeleng, tidak menyangka Donghae ada disini bahkan berusaha menyelamatkannya tapi pertarungan ini seperti tidak adil. Satu melawan beberapa.  Yoona ingin memprotes aksi pengeroyokan itu, tapi segala hal yang dilakukannya percuma karena saat ini Yoona hanya tergagap tanpa mengeluarkan sepatah kata.

Sepertinya Yoona lupa bahwa Donghae adalah pemenang kejuaraan taekwondo. Dua orang bahkan tiga sekaligus takluk ditangan Donghae. Mereka harus merasakan pukulan dan tendangan bertubi – tubi ketika pukulan mereka justru takluk oleh aksi penghindaran Donghae. Namun tidak berarti Donghae terbebas sepenuhnya. Donghae beberapa kali merasakan pukulan yang mengenai wajahnya, dan seketika Yoona memekik ketakutan. Tangisannya tidak terbendung melihat bagaimana Donghae jatuh tersungkur hingga wajahnya bergesekan dengan aspal. Donghae bergegas bangkit sebelum salah satu dari mereka menginjak kepalanya. Ia bangun dengan napas terengah – engah, ekor matanya bergerak dan berhasil mendaratkan pukulan atau tendangan kearah lawan yang menyerangnya dari arah tidak terduga.

“arghhh.” Yoona mengerang  kesakitan. Ia meringis menahan  kepalanya yang terasa dicabik – cabik. Lelaki itu semakin mencengkram rambuatnya membuat teriakan Yoona semakin menggila.

“Yoona !”

“Akhhh.” Donghae ambruk terkena pukulan diwajahnya. Donghae memijat rahangnya,  baru sedetik berpaling dan mereka sudah memanfaatkan kesempatan. Donghae kembali melayangkan pukulannya kepada seorang lawan, memukulnya berkali – kali sampai terdengar teriakan minta ampun dari orang itu.

“Tahan !”  Seraya menambah volume cengkramannya dirambut Yoona, Ia menginterupsi.

“Menyerah atau kuremukkan tulang perempuan ini.”

Donghae menahan pukulannya diudara. Ia menoleh kerah berandal serba hitam itu dan Yoona yang berada dibawah kuasanya. Ia tersadar, Donghae melempar begitu saja mangsa didalam cengkramannya. Tubuh Donghae memanas, giginya menggeretak tidak suka melihat Orang yang paling tidak ingin ia sakiti, malah tersakiti dengan mudah ditangan  berandal tengik itu.

“Lepaskan  dia !” Serunya hampir hilang kesabaran.  Lalu Donghae menagkap dari ekor matanya salah satu dari kumpulan berandal itu berniat menebas wajahnya. Donghae menghidar dengan mudah, merampas lengan orang itu, memelintirnya hingga mengerang pedih.

“Argghhh..” Teriakannya kembali melolong. Berandal itu semakin membabi buta menjenggut kepala Yoona hingga  tangisan  perih itu semakin menghujani  wajahnya. Donghae menggeram emosi, Ia melepaskan lawannya begitu saja.

Pada akhirnya Donghae tidak berani melawan. Ia membiarkan pukulan demi pukulan mengeroyok tubuhnya, hingga tersungkur. Donghae terus menatap Yoona ditengah pukulan yang  menghantamnya, Yoona  berteriak memanggil namanya bersama tangis pilu yang menusuk ulu hatinya. Fokus mata Donghae hanya tertuju untuk Yoona, Ia tak memerhatikan lagi darah yang mengalir dari hidungnya. Donghae hanya tahu bahwa Ia harus membebaskan Yoona tanpa melukainya sedikit pun. Ia harus melakukan sesuatu bagaimana pun caranya.

Belum sempat Donghae memutuskan sebuah cara, Yoona diseret paksa. Berandal itu membawanya masuk kesebuah mobil cup terbuka, sementara kawan – kawannya yang lain mengikuti, mereka melompati bagian cup mobil dan duduk disana.  Mobil itu melesat pergi. Donghae bangkit hendak mengejar mereka namun percuma kejadian itu terlalu cepat, tiba – tiba Donghae merasakan nyeri di perutnya, Ia mengerang ditengah jalan.  Sebuah mobil melewatinya, Donghae menoleh dengan tatapan berapi – api, rahangnya mengeras melihat bagaimana mobil  yang membawa Yoona  tadi dengan mudahnya mengikuti mobil sialan itu dari belakang. Donghae meninju aspal tanpa perduli keadaan tangannya. Payah, begitulah penggambaran dirinya sekarang. Ia gagal menyelamatkan Yoona dan membiarkan penjahat itu lolos. Donghae ingin sekali menghajar kalau perlu membunuh seseorang yang berada dibalik kemudi mobil itu,  ada apa dengan Yoona ? Siapa dia ?! Kenapa Yoona  dengan mudah terbujuk tumpangannya ?!

“Yoona-ya… Wae..” Donghae bergumam dengan suara napas menyempit. Mengigit bibir bawahnya sekuat tenaga, Donghae berusaha memecahkan misteri tentang Yoona. Berjuta pertanyaan sengit memporak – porandakan pikirannya. Tapi sekeras apa pun menggali, Ia tidak menemukan jawaban. Donghae mengacak – acak rambutnya frustrasi. Lagi – lagi Donghae hanya mampu  berteriak menyesali kebodohannya, kini tampaknya kegelapan menelan semua itu.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Keras dan berdebu, Yoona menemukan tubuhnya terhempas dan ngilu. Ia meringis merasakan memar disekujur kepala sampai seluruh tubuhnya yang berdenyut – denyut. Yoona melihat sekelilingnya dengan mata memerah dan terganjal karena terus mengeluarkan air mata. Ia sesanggukan. Seorang lelaki berdiri didepannya menggertak agar Yoona menghentikan tangisannya.

Yoona beringsut ketakutan, Ia bergeleng menolak lelaki itu agar tidak mendekatinya, “Jangan takut Dear.” Lelaki itu bersimpuh mensejajarkan posisinya, tangannya menangkup dagu Yoona hingga mendongak.

“Perkenalkan namaku Kim Jaebum.” Ucapnya basa – basi. Ia pikir perkenalan terlalu memakan waktu. Yoona berdecih, menaptanya jijik.

“Hmm, langsung saja,” lelaki bernama Jaebum itu memperdalam cengkramannya agar Yoona menatapnya serius, “Aku tidak akan melukaimu, tapi dengan syarat.” Ia menyeringai.

“Hubungi pacarmu.”

“Apa?”

 “Suruh dia kemari.”

“Aku tidak punya.”

Lelaki itu tertawa, Ia menghempaskan wajah Yoona dan beralih membelai puncak kepalanya, seolah – olah  Yoona adalah peliharaannya yang baru saja tersesat, “Kau jangan berbohong, aku sudah mengawasimu, saat di club Gangnam kau kelihatan mesra sekali dengannya. Dan melihat bagaimana usahanya untuk menyelamatkanmu barusan, Bukankah itu berarti kalian ada hubungan khusus ? Ya Tuhan anak buahku bahkan sempat memukulinya, mereka memang bodoh, tapi aku lebih bodoh karena tidak bisa memperkirakan kemungkinan seandainya dia ada disana. Tapi tak mengapa, aku tahu pukulan itu tak seberapa baginya—“

“Jangan libatkan dia?! Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?!” Tuntut Yoona penuh amarah. Tangan lelaki itu berhenti membelai rambutnya.

“Yang kuinginkan darimu adalah Lee Donghae.”

Yoona mengernyit tidak mengerti.

“Aku harus mencari seseorang yang bisa membuatku menang dipertandingan bela diri, dan aku akan memperoleh yang kuinginkan.”

Tubuh Yoona menegang. Tentu Ia pernah mendengarnya, pertandingan terselubung itu. Pertandingan layaknya sabung ayam tapi kali ini berbeda, obyeknya adalah manusia. Pihak yang kuat maka dialah yang menang dan mendapatkan semua harta yang dipertaruhkan, sebaliknya bagi yang kalah dia akan terkapar tidak berdaya dan akan kehilangan harta yang dipertaruhkan.

“K-kau berjudi, berjudi lewat pertandingan itu dan kau akan mengadu seseorang sampai mati, lalu apa yang kau dapatkan brengsek !”

 “Taruhannya adalah club Moon.” Suaranya rendah, Lelaki itu menarawang  kemudian mengarahkan pandangannya yang menusuk, Yoona tercekat.

 “Dan Tuan Moon menginginkanmu sekarang.”

Yoona mencerna kalimat laki – laki itu dan tersentak oleh pernyataan yang melibatkan namanya. Ingatan Yoona berputar. Tuan Moon,  bahkan Yoona tidak mengenal— tapi sepertinya tidak asing, kelihatannya Ia pernah bertemu orang itu. Dan benar saja, Ia memang pernah bertemu dengannya. Lelaki paruh baya dengan cangklong rokok, Yoona pertama kali bertemu dengannya usai menari di club Gangnam. Tidak salah lagi, pertama kali melihat penampilannya, Ingatan Yoona lansung membayangkannya sebagai tokoh antagonis di Film thriller.

“Kalau aku menang aku bisa menguasai Club itu, dan membebaskan adikku. Kalau aku kalah aku tidak mendapatkan apa – apa dan aku akan menyerahkanmu padanya.”

Yoona menatap tidak terima, Demi Tuhan Ia bahkan tidak mengenal mereka.

“Kenapa harus aku yang kau korbankan, memangnya apa salahku, huh?”

“Kau ini lucu sekali Im Yoona, apa kau tidak ingat Taemin adikmu, kami adalah partner bersenang – senag, dia sering sekali kalah berjudi di club moon, dia berjudi menggunakan uangku. Dia bahkan belum membayar obat – obatan yang dikonsumsinya, aku membayarnya, dia banyak berhutang padaku, hutang – hutangnya terus menumpuk, dia sudah tidak sanggup membayarnya, dan orang – orang seperti kalian tidak akan mampu melunasinya dalam sehari.  Satu – satunya jalan adalah menyita  barang – barangnya tapi ternyata dia tidak punya selain tubuhnya sendiri dan tubuh kakaknya…”

“Taemin memberikanmu sebagai pengganti uangku.”

“A-apa?”

“Bagaimana rasanya dijebak oleh adik sendiri?”

Amarah Yoona sudah mencapai titik puncak. Yoona berteriak mengutuk tindakan Jaebum. Sekarang Ia tahu siapa dalang dibalik semua ini. Adiknya berubah karena pengaruh Jaebum, Yoona yakin orang itu pelakunya, Taemin tidak mungkin sengaja mencelaikainya, tidak mungkin..

Teramat kesal, Yoona menampar Jaebum, “Bajingan !”

Jaebum memegangi pipinya yang terkena tamparan, Ia terkekeh, “Aku memang bajingan.” Katanya mendekatkan wajahnya sehingga Yoona mundur perlahan – lahan, “Kemarin aku bertemu dengan ‘mantan’ Boss ku yang licik itu— Moon Gikwang— dia bertanya apa yang setimpal dengan sebuah Club, aku bilang dirimu, Im Yoona dan dia langsung setuju.  Hmm Sepertinya dia begitu menyukaimu.”

Jaebum menjenggut tengkuk Yoona, menatapnya penuh intimidasi, “Jangan salahkan aku karena melibatkan pacarmu.  Moon Gikwang sibrengsek itu yang membuatku terpaksa melakukannya. Awalnya aku hanya ingin menukarmu dengan balasan Ia membebaskan adikku dari bisnis prostitusinya, tapi dia malah mengajakku melakukan permainan ini.”

Yoona menahan napas, Ia tidak bisa menoleh sedetik pun, Jaebum menahan kepalanya hingga tidak bisa bergerak, Lelaki itu mengamati wajah Yoona. Kalau dilihat – lihat Yoona cantik juga, pantas saja Gikwang sampai rela menukar salah satu hartanya demi gadis ini. Jaebum mendengus sinis. Gikwang tidak pernah salah menilai, Yoona bisa memberinya uang yang banyak jika diperlakukan seperti adiknya. Teringat akan adik perempuannya itu, tatapan Jaebum menajam,   “Mungkin  Club itu tidak seberapa baginya tapi aku membutuhkannya untuk membebaskan adikku.”

Bergeleng tidak percaya, tatapan mata Jaebum mengisyaratkan seseorang yang tertekan. Yoona tidak tahu masalah apa yang menimpa Jaebum. Tapi sepertinya  dia sudah dikuasai dendam yang menyusahkan semua orang, selain egois dia juga brengsek.

“Bagaimana pun caranya aku harus menerima tantangan  Moon Gikwang dan mempertaruhkanmu— harta yang kumiliki sekarang—dipertandingan bela diri. Aku harus menang, Yoona-ssi.” Jaebum membelai wajah Yoona, lama – kelamaan  perilakunya sangat menggelikan.

“Aku pasti menang, Iya kan ?” Jaebum menyeringai. Tentu orang seperti Moon Gikwang tidak akan memberikan clubnya begitu saja  dengan hanya menukarkan Yoona sebagai gantinya. Ia pasti menginginkan keuntungan yang lebih, dan Gikwang sepertinya terlalu percaya diri mendapatkan keduanya. Gikwang pasti berpikir lewat perjudian itu Jaebum akan kalah, petarung Jaebum sudah pasti takluk ditangan petarungnya yang sejauh ini belum ada yang bisa mengalahkan. Tujuan sempurna.  Gikwang  bisa mendapatkan Im Yoona tanpa perlu repot – repot memindah tangankan clubnya.

Tapi Gikwang terlalu cepat menentukan strategi, karena  Kim Jaebum tidak akan membiarkan tujuan serakah itu tercapai.

“Lalu apa hubungannya dengan Donghae?!” Yoona tertegun memikirkan sesuatu, bibirnya bergetar kaku, “Jangan – jangan kau—“

“Pacarmu itu pandai berkelahi kan? Ah tanpa kau jawab aku sudah melihatnya sendiri, dia pemenang kejuaraan bela diri jadi wajar saja.”

“Jadi taruhan itu… kau ingin mengadunya—“

“Bingo ! Tak kusangka kau cepat tanggap.”

Yoona bergeleng, “Tidak, aku tidak akan menyuruhnya datang.”

“Tapi aku akan.” Cetus Jaebum menatap Yoona hingga iris matanya “Kalau kau tidak mau, aku yang akan memintanya datang kemari dengan sukarela.”

Yoona berontak, Ia mencoba mendorong tubuh Jaebum, tapi tenaganya kalah. Jaebum mendekap Yoona, mengguncang – guncang tubuh gadis itu dengan kasar. Bagamana pun Yoona harus mengerti siapa yang berkuasa sekarang.

Begitu Yoona kehabisan tenaga, Jaebum mengambil kesempatan itu untuk berbisik ditelinganya,

“Jadi berdoalah agar pacarmu berhasil dalam pertarungan itu.”

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Tangannya beranjak membersihkan luka diwajah Donghae. Memang lukanya tidak terlalu parah, hanya sedikit goresan dan memar, dan Ia tidak melupakan sisa – sisa darah dari hidungnya, tapi karena ini diarea wajah maka akan sangat menarik perhatian, terlebih saat ini Donghae sedang menjadi  perbincangan hangat karena kejuaraan nasional yang baru saja dimenangkannya, Donghae harus menjaga image-nya sebagai public figure saat ini, kalau tidak popularitasnya akan menurun dan berpengaruh terhadap karirnya.  Apalagi kalau sudah menyangkut  kasus kriminal, bisa – bisa Donghae mendapatkan sanksi karena melanggar kedisiplinan. Dan Ia bisa saja di skorsing dari segala aktifitas pertandingan. Membayangkannya membuat lelaki berambut cepak itu merinding.

“Sebenarnya apa  yang terjadi?” Serunya geram usai mengobati luka memar dipipi Donghae. Sedari tadi pertanyaan itu melayang dikepalanya, tapi Donghae hanya diam, entah mendengarkan atau tidak. Terpampang jelas  bahwa pikiran Donghae tidak disini melainkan ditempat lain, entah dimana sementara yang  duduk dihadapannya kini Ialah  jasad Donghae yang kehilangan ruhnya.

Lelaki itu menyerah, selama Ia menjadi manager Donghae, baru kali Ini Ia menemukan partner-nya bersikap aneh. Mungkin saja kalau dia tidak datang ke apartemen Donghae untuk membicarakan kegiatan mereka, Donghae tidak akan mengobati lukanya sampai besok atau seterusnya. Dan ketika melihat keadaan Donghae sekarang, Ia mengurungkan niatnya berbicara soal kegiatan mereka. Sedari tadi tidak ada obrolan, Donghae sibuk dengan pikirannya sementara Ia sibuk bertanya – tanya dalam hati juga bertanya menggunakan mulut, tapi tetap saja tidak menemukan jawaban pasti.

“Aku harus melakukan sesuatu, ya.” Donghae menatapnya dengan kalimat yang Ia tidak mengerti.

“A-apa maksudmu?”

“Yoona.. Yoona aku harus menyelamatkannya.” Donghae bangkit dengan pijakan tegas dan bulat. Sang manager juga ikut berdiri. Ia hendak menahan Donghae yang sepertinya akan beranjak.

“Donghae-ssi berhentilah berbuat ulah—“

Donghae menatapnya sengit. Sang manager terdiam. Dan keheningan itu langsung terpecahkan oleh suara ponsel yang memenuhi ruangan. Donghae meraba saku celananya ketika merasakan  getaran disana. Ia mengernyit,  panggilan masuk  dari nomer tidak dikenal.

“Yoboseyo.”

“Hallo Lee Donghae.”

Donghae berusaha mengenali pemilik suara diseberang sana. Suara itu, Donghae tidak mengenalnya sama sekali.

“Kau pasti menghawatirkan Yoona.”

“Siapa kau?!” tanpa sadar Intonasi Donghae meninggi. Tangannya terkepal mendengar seseorang itu dengan santainya menyinggung Yoona, atau jangan – jangan…

“Kau—dimana Yoona?!”

Seseorang itu terkekeh, “Tenanglah dulu Lee Donghae, pacarmu aman disini tapi… “ hening mengambil alih lalu suaranya kembali, “Tapi aku tidak akan menjamin kalau kau tidak segera datang kemari.”

“Apa yang kau inginkan?” Wajah Donghae berubah dingin. Ia tidak boleh mengamuk disini, biarlah tenaganya tersimpan untuk nanti.

“Sekarang  Yoona ada ditanganku, aku bisa mencumbuinya kapan saja kalau aku mau.”

“Yak !!!—“

“Jangan coba – coba melapor polisi atau Yoona yang akan kulempar kedalam kandang singa yang kelaparan.  Kau mengerti bukan?  konotasi dari ‘kandang singa yang kelaparan?“ seseorang itu sibuk tertawa, sementara Donghae tidak juga bergerak dari tempatnya.

“Kau tidak harus berbuat rusuh disini, tidak perlu membawa tebusan atau apa.  kau hanya perlu membawa tubuhmu dan melakukan perintahku agar Yoona terbebas, mengerti?”

Dan setelah itu Donghae mendengar suara Yoona yang samar – samar tertangkap ditelinganya. Dengan langkah tergesa – gesa Ia berlari kearah pintu, “Cepat katakan kau dimana?!!”

“Baiklah Donghae, Jemputlah pacarmu ditempat ini, akan kuberitahu lewat pesan singkat. Pastikan untuk datang sendiri.”

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Pintu sebuah gudang terhempas kedalam. Seseorang mendorongnya dari luar dengan penuh emosi. Ia menerobos ruang hampa bersama angin yang menerpa dari pepohonan disekitarnya. Tangan terkepal kuat, rahangnya mengeras menahan amarah yang meledak – ledak.  Ia berdiri dihadapan seseorang yang menyeringai, Ia semakin ingin menghajarnya. Tapi demi seseorang, Ia harus mengubur keinginan terbesarnya paling tidak untuk sementara.  Tapi bukan berarti sikapnya melunak. Ia berdiri dengan tatapan menajam, kedua matanya  memicing seolah bisa membunuh mangsa dalam sedetik, tubuhnya membelakangi cahaya dan membuat wajah itu hanya dipenuhi kegelapan. Angin semakin bertiup dari luar menyebabkan surai hitam itu beterbangan…

Hening menyelimuti tiap – tiap bagian utama ruang  gudang, panas membara menambah kegaduhan suasana.

“Akhirnya kau datang juga Donghae-ssi.” Seseorang yang berdiri ditengah kekosongan ruang menyambut kehadirannya dengan bertepuk tangan. Suara tepakan langkah ikut bersorak, dari arah  belakang juga dari arah samping. Rupanya bukan hanya dia seorang. Ada Sekitar lima pria berkemeja hitam keluar dari sekat – sekat gudang itu, dua diantara mereka baru saja muncul dari pintu.

Donghae menggerling waspada, namun Ia berusaha untuk tetap tenang, “Dimana Yoona?!”

“Baiklah sepertinya kau sudah tidak sabar, “ lelaki dihadapannya tersenyum lalu menggerakkan bola mata kesamping, “ikut aku.”

 Donghae mengikutinya. Ia sampai disebuah ruang yang letaknya berada disudut gudang. Peluh bercururan ketika lelaki itu hendak membuka pintunya. Wajah Yoona hingga kini mendominasi kepalanya, Donghae belum bisa tenang sebelum  Ia memastikan sendiri bahwa gadis itu baik – baik saja.

Begitu pintu terbuka, Donghae menemukan seorang wanita sedang duduk terselungkup. Jelas sekali wanita itu adalah Yoona. Dari kejauhan Donghae tidak melihat goresan ditubuh Yoona yang membuatnya sedikit lega. Donghae berjalan mendekatinya dengan perasaan rindu yang tertahan selama berjam – jam.

Belum sempat Donghae memanggilnya, Yoona lebih dulu mendongak dan terperangah menemukan kehadiran Donghae. Secepatnya Ia berdiri. Mata sembabnya membulat sempurna.

“Donghae-ah.”

Yoona menghambur kepelukan Donghae, merasakan detak jantung mereka yang bekerja diluar batas kewajaran.  Yoona membenamkan kepalanya dipermukaan bahu  Donghae, menghirup tengkuknya dalam – dalam,  merasakan betapa hangatnya tubuh Donghae, merasakan betapa menenangkannya aroma lelaki itu.

Setidaknya dengan begini Yoona melupakan masalah yang saat ini dihadapinya. Meski pun hanya sekejap mata.

Sementara Donghae membelai rambut Yoona, menciumi puncak kepala gadis itu bertubi – tubi. Donghae memejamkan matanya merasakan hembusan napas Yoona yang berhembus didadanya, yang Ia ketahui kini gadis itu berusaha bernapas dengan normal, begitu pula dengannya, kekhawatiran yang sedari tadi menghantui membuat Donghae kesulitan menghirup udara. Dan ketika Yoona sudah berada didalam jangkauannya, udara yang tadinya sesak berubah menjadi air yang mengalir didalam tubuhnya.

“Tenanglah Yoona, aku disini, aku disini.”

Donghae melonggarkan pelukannya, mencium kening Yoona lalu turun kebawah perlahan – lahan hingga kening mereka bersentuhan. Ibu jari Donghae bergerak membasuh air mata yang tertinggal diwajah Yoona. Tatapan sendu wanita itu membuat energi didalam tubuhnya semakin tidak terkendali. Sayup – sayup Ia merasakan udara yang dihembuskan Yoona menyatu dengan oksigen yang terhirup olehnya. Donghae menghirup napas dalam – dalam, menikmati kehangatan yang merasuk kedalam paru – parunya. Lalu Donghae menghembuskan udara itu dengan pelan, sepelan matanya yang tidak berhenti mengamati bibir merah ranum kepunyaan Yoona.  Donghae menangkup wajah Yoona. Lantas  kedua ibu jarinya mengusap bibir indah  itu, sang pemilik senyum yang menggoda, membukanya  perlahan – lahan dengan napas berkejaran.  Donghae hampir saja meraihnya, hampir.

“Apa acara temu kangen-nya sudah selesai?”

Peringatan tiba–tiba datang mengacaukan segalanya. Donghae  berdecak selagi mengutuk siapa pun yang menghalagi tujuannya. Donghae terdiam merenungkan sesuatu. Sejenak ia mengarahkan  kedua tangannya membasuh sisi wajah Yoona meski dengan  ekspresi penyesalan. Lalu Donghae berbalik badan menghadapi sang pengganggu,  sedangkan Yoona, wanita itu hanya menunduk dibelakang punggungnya.

“Donghae-ssi kukatakan padamu sekali lagi,  kau sudah disini jadi kau harus  menyanggupi permintaannku, dan Yoona akan kubebaskan,” Lagi – lagi perinngatan— atau lebih tepatnya ancaman itu menggelegar.

Ia menyeringai, “Kau setuju kan?”

Tangan Yoona mencengkram kuat lengannya, mengguncang – guncangnya  penuh  gelisah. Donghae menoleh dan menemukan Yoona bergeleng kepadanya dengan wajah ketakutan. Ratapan mata gadis itu menyiratkan sebuah permohonan agar Ia tidak melakukannya, tapi Donghae sudah berjanji, ia  harus membebaskan Yoona bagaimana pun caranya.

Donghae menatap leleki dihadapannya, “Baiklah, jadi apa yang harus kulakukan…”

Dan mulai detik itu Yoona menemukan bahwa lubang kehancuran menganga lebar dibelakangnya.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Mereka semua sudah menunggu disana. Puluhan Orang bersorak meneriakkan nama petarung andalan mereka. Bunyi terompet yang menghantam bergantian, telinga manusia normal tidak akan tahan dengan bunyi seperti ini. Tentu saja karena mereka bukan manusia normal, mereka adalah sekumpulan mahluk yang menanti babak peraduan, mereka akan berteriak lebih menghentak lagi ketika jagoan mereka berhasil membunuh lawannya dan menertawakan siapa pun yang terkapar nanti.  Donghae baru menemukan tempat seperti ini, dan pertandingan seperti ini. Tidak, ini bukan lokasi pertandingan, tapi lebih kepada lokasi perjudian.

Tidak ada seragam khusus yang dikenakannya. Ia dibiarkan bertelanjang dada dengan bawahan celana pendek jersey berwarna merah. Donghae bertanya – tanya perihal nama pertandingan ini. Pertandingan adu jotos  atau apalah yang Jelas  pertandingan ini bukan pertandingan olah raga bela diri atau semacamnya. Arena pertarungan dikelilingi oleh pagar jaring besi yang juga membatasi bagian tribun. Lantainya sendiri bukan matras akan tetapi lebih serupa lantai lapangan  streetball yang hanya dilapisi batu dan semen.

“Donghae-ah.”  Yoona berhambur kepelukan Donghae. Mendekapnya kuat – kuat seolah pantang dilepasnya.

Yoona mendongak dengan wajah ketakutan, air matanya menaburi pipi, “Berjanjilah kau akan kembali dalam keadaan baik – baik saja.”

Dua orang yang berdiri dibelakang Yoona memberi kode agar mereka berpisah detik ini. Donghae membasuh rambut Yoona beserta air mata yang tertinggal, menyingkirkan tungkai – tungkai yang berserakan. Ia menghela napas, mempertajam tekadnya.

“Ya, aku berjanji, Aku berjanji akan kembali padamu, Yoong.”

Donghae melepaskan pelukannya, lelaki itu tersenyum sekilas, mundur perlahan – lahan, namun sebelum itu Yoona  mencekal tangannya. Keraguan dan ketakutan menjadi satu membubuhi aura kelam diwajahnya.

Donghae meraih kedua tangan Yoona, menggenggam dan membawanya ketengah – tengah mereka. Donghae mengangkat penyatuan itu, menghirupnya diantara  sela – sela jemari Yoona dan memejamkan mata. Jeda  memberikan waktu kepadanya agar Yoona bisa merasakan keyakinan itu, dan Yoona bisa memberikan kekuatan sepenuhnya, energi Yoona berharga bagi Donghae. Donghae ingin Yoona merasakan bahwa Ia selalu berada disisinya, begitupula dengan Yoona, yang mula–mula membangkitkan keyakinan itu, bahwa Donghae akan kembali dengan selamat.

Dan akhirnya genggamam itu terlepas lalu menjauh, Yoona menatap punggung Donghae, Sudah terlambat untuk menahannya lagi, kini tubuh Donghae nyaris hilang, tubuh kecoklatannya itu telah menembus pagar jaring besi yang bertengger disekeliling arena pertandingan, kemudian tatapannya jatuh kearah dua tangannya mengepal.  Kenapa… kenapa harus dia yang menanggung ini semua…

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Lelaki bertubuh besar itu menatap nyalang. Donghae bisa melihat petarung yang menjadi lawannya dengan mata kepala sendiri. Siapa yang bisa menjamin tubuh lebih besar menentukan kemenangan, Donghae tentu yakin dengan kemampuan sendiri karena Ia menggunakan otaknya. Sejenak Ia terdiam untuk mengumpulkan konsentrasi. Kedua matanya memicing. Donghae berusaha membaca kekuatan lawannya.  Dari gerak – geriknya sudah bisa terbaca, Donghae menyeringai, lelaki berwajah sangar itu sepertinya pantang menyerah, ini menarik.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Seorang lelaki dengan cincin batu besar yang memenuhi kelima jemarinya duduk santai menikmati pertandingan yang akan dimulai sebentar lagi. Ia  membisikkan sesuatu ketelinga pria disebelah kanannya, dengan wajah remeh ia berbicara sambil menghisap cangklong rokoknya.

“Tidak ada yang bisa mengalahkanku, kan? Gadis itu akan menjadi milikku.” Ucapnya selagi tertawa kecil. Dan seseorang pria yang berada disampingnya mendengar itu. Sang pria, Jaebum ikut tertawa, tertawa sendirian dengan wajah mengejek. Ia mendecih, “Kau terlalu percaya diri, Tuan.”

Dan mantan tuannya terbahak – bahak mendengar mantan anak buahnya itu berkata dengan penuh percaya diri, “Lihat saja nanti, kau akan menyesal telah menantangku.” Raut wajah lelaki itu berubah drastis usai mengatakannya. Deretan  giginya menggeretak, Ia menatap petarung yang menjadi lawannya saat ini. Namanya Lee Donghae, dia pasti akan kalah.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Semakin intens mereka memangkas jarak, semakin Donghae bisa menatap betapa kelamnya bola mata pria dihadapannya kini. Pria itu memandang nyaris tanpa berkedip. Tapi hal tersebut bukanlah suatu alasan hingga Ia harus mundur dan menelan ludah. Donghae balas menatapnya, Ia tidak gentar sedikit pun.

Sebelum tanda berbunyi, Donghae menelusuri  keberadaan Yoona. Gadis itu sedang duduk di bangku  tribun sebelah kirinya, tampak menunduk dengan bibir yang bergetar menggumamkan sesuatu entah apa.  Donghae menyadari bahwa mengarahkan tatapan mata kearah Yoona lebih lama hanya akan membuat perasaannya menggeliat, betapa pun mustahil  Donghae datang memeluk Yoona sekarang karena dihadapannya kini sedang berdiri mangsa yang siap menerkamnya kapan saja.

Bayangan dikepala Donghae hancur ketika  geraman agresif tertangkap ditelinganya, ekor mata Donghae bergerak tajam,  seketika pergerakan lawan yang menghadangnya terpampang jelas.

Donghae  melesat kesamping guna menghindari serangan tiba – tiba itu, Ia memprotes lewat tatapan tidak suka. Sekarang barulah pemanasan tapi sepertinya aroma kecurangan telah tercium. Aneh, belum ada tanda atau aba–aba untuk memuai tapi dia sudah bergerak secepat itu. Dan wasit disana seperti halnya pajangan, Ia diam saja, tidak menegur sedikit pun.

“Disini tidak ada aturan, anak muda.” Pukulan lelaki itu melesat ketika Donghae berhasil menghindarinya. Donghae mengerti sekarang, jadi Ia bebas melakukan apa saja disini.

Sang lawan kembali mengarahkan serangannya, Donghae menghindar dengan mudah dan tersenyum remeh selagi berusaha menangkis  pukulan yang bertubi – tubi itu, “Baiklah akan ku ikuti permainanmu,”

Donghae bangkit untuk membalas, setelah beberapa sesi gerakannya sebatas menghindar dan menangkis, Ia mencari celah  agar leluasa menjatuhkan perlawanan setimpal.  Donghae meluncur dengan cepat dan berhasil menendang pergelangan kaki penyerang itu. Dengan cepat Ia mengondisikan tubuhnya, Tendangan berputar yang dilengserkannya tepat mengenai sisi wajah sang target. Wajah lelaki itu terhempas kesamping. Tidak berhenti sampai disitu Donghae melompat dan menyikut ulu hatinya, lalu berpindah menuju perut dan wajah, hingga lawannya terpekur. Donghae tidak akan melewatkan kesempatan sedikit pun untuk menyerang.

Teriakan kekaguman bercampur ketakutan dari penonton memenuhi ruang kala itu. Donghae dengan cepat menghindari kepalan tangan lawannya, dengan sedikit tangkisan Donghae berbalik menusuk beberapa titik diarea depan tubuhnya, berulangkali didaerah bahu dan dadanya  hingga sang lawan kehabisan napas dan nyaris tumbang.

Sang lawan runtuh, namun ia cukup percaya diri untuk melanjutkan perlawanan. Sebelah tangannya menopang tubuh yang ambruk, lalu mendongak selagi menyeringai seolah ingin memperlihatkan kepada Donghae bahwa kekalahannya barusan bukan apa – apa.

Donghae memasang kuda – kuda, matanya fokus memperhatikan gerakan lawannya. Sang lawan mulai bangkit dan menyerang. Donghae mengerang ketika tiba–tiba saja lelaki itu menggigit tangannya. Sedikit pun tidak terlintas dalam pikiran Donghae bahwa lelaki itu akan berbuat sejauh ini.

Donghae hilang keseimbangan, lelaki itu menyeruduk perutnya, memelintir bahkan mengoyaknya tanpa ampun. Lelaki itu terus mendorong hingga tubuh Donghae terseret dan punggungnya membentur jaring – jaring besi.

Penonton bersorak ramai, beberapa dari mereka terdengar memprovokasi agar petarung itu membunuh lawannya saja. Ketika akhirnya Donghae berhasil lepas  karena mengarahkan tinjunya ke tengkuk belakang sang lawan, suara penonton berubah kecewa.

Dua jam lamanya adegan seperti itu terjadi berulang – ulang. Belum ada yang mengaku kalah apalagi mengalah. Masing – masing dari mereka jatuh dan bangun setelahnya. Tumbang dan bangkit melawan. Kelihatannya hal seperti itu sudah bisa. Darah dan keringat mengucur mengalir disetiap tubuh mereka. Belum ada jeda untuk istirahat. Bahkan untuk bernapas dengan benar, tidak ada yang memperdulikan hal – hal seperti itu. Yang ada didalam pikiran mereka adalah memenangkan pertandingan ini.

Mereka kembali bergulat, membanting tubuh lawan satu sama lain. Donghae memegangi dadanya yang mulai terasa nyeri, tapi bukan berarti Ia ingin berhenti. Donghae kembali bangkit, sesuatu menggeliat dipermukaan wajahnya, Donghae menyeka cairan pekat yang mengalir dari sudut bibirnya.  Gerakan lawan  ditangkap olehnya semakin melemah dari waktu – kewaktu. Semangat dalam tubuhnya meluap – luap menemukan peluang itu, kali ini pasti akan berhasil.

Lelaki itu memulai serangannya dengan gerakan sempoyongan.  Donghae menangkisnya dengan mudah, semudah membalik serangan itu hingga sang lawan tersungkur. Beberapa saat berhenti untuk mengambil napas, lelaki dihadapannya itu menggeram emosi, Ia mengorek sesuatu dari saku celananya. Sebuah pisau lipat menguhunuskan ujungnya yang lancip menyala.

Lelaki  itu  berlari mendorong pisau lipatnya.  Keadaan ini terlalu mengancam, Donghae mundur perlahan – lahan menghindari pergerakan pisau yang nyaris menancap di tubuhnya. Sang lawan semakin membabi – buta, sementara ketegangan itu memancing penonton dari segala penjuru bersorak ngilu.

Membanting tubuhnya hingga tergeletak,  Donghae menginjak telapak  tangan lelaki itu hingga pisau yang dipegangngnya terlepas otomatis.  Donghae memang bisa menyingkirkan pisau itu dengan sekali tendangan, tapi Ia tidak memperhitungkan bahwa lawannya membawa pisau cadangan. Dari saku celana yang lain lelaki itu mengambiil pisau kedua. Donghae terbelalak, Lelaki itu bangkit menghadangnya, gerakan sang lawan terlampau cepat, Donghae tidak tahu kapan  persisnya tubuhnya terlempar hingga terseret beberapa meter, dan lelaki itu kembali menghadangnya dengan pisau yang siap menancap.

Donghae berguling kekanan mengindari benda tajam itu, seterusnya Ia berguling karena pergerakan yang seperti orang kesurupan itu. Pening mendera kepalanya saat lelaki itu menendang wajahnya, Donghae mencoba menangkis tapi usahanya tidak berhasil, fokus  pandangannya buyar seketika. Entah bagaimana wajah Yoona terbayang – bayang dalam benaknya. Donghae hampir saja terbuai dan berhenti. Lolongan penuh amarah datang kepadanya, Donghae terbelalak menemukan ujung benda tajam sudah  berada didepan wajahnya dan..

Donghae menahan lengan lelaki itu  sementara ujung pisau nyaris beberapa centimeter didepan matanya. Tenaga Donghae habis terkuras, Ia ingin menggerakkan kakinya namun kini seluruh tenaganya habis untuk menahan tancapan pisau itu.

Ia harus mengalahkan lelaki itu, demi membebaskan Yoona, tidak boleh ada satu orang yang menyakiti gadisnya. Donghae tidak akan membiarkan orang – orang itu merebut Yoona darinya. Donghae menarik napas untuk mengumpulkan puing – puing tenaganya, ditengah napas menyempit Donghae memiringkan arah pisau yang akan mengujamnya, berusaha memutar balik sekuat  tenaga. Sedikit lagi, Donghae menggeram merasakan tenaganya yang telah sampai dipuncak. Ia terus mendorong.

“Arggghhh…”

Donghae menendang lelaki itu hingga menciptakan suara gedebuk keras. Lelaki itu terguling – guling, dan tanpa diduga, pisau lipat  yang berada ditangannya kini menancap dibagian perutnya. Darah segar mengalir membanjiri lantai. Napas Donghae memburu, Sungguh Ia tidak pernah membayangkan ini akan terjadi.

Lelaki itu berteriak kesakitan, dan tidak ada yang menolongnya , para penonton mulai heboh. Donghae baru saja akan beranjak melihat keadaan sang lawan, namun wasit yang—entah kemana saja selama ini— tiba – tiba berdiri didekat lelaki itu.

“Tiga, dua, satu…” Ia menghitung mundur, dan tidak ada perlawanan berarti dari sang petarung yang ambruk.

Wasit itu membunyikan sumpritannya  bersamaan dengan tangannya yang mengibarkan bendera putih diarea jatuhnya petarung yang kalah.

“Jadi pemenangnya adalah Lee Donghae.” Sang wasit beranjak mengangkat tangan Donghae. Teriakan penonton menyambutnya.

Donghae tersenyum dengan sisa tenaga. Bahkan untuk berdiri Donghae merasa sudah tidak kuat. Pada akhirnya pijakannya runtuh, Donghae duduk bersimpuh merasakan  tubuhnya yang berdenyut sana sini. Sejak tadi seluruh kesakitan disekujur tubuhnya berhasil ia redam tanpa ampun, tapi kini disaat semuanya berakhir, justru kesakitan luar biasa menyerang tubuhnya tiba – tiba.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Sesak penuh amarah yang terpendam didalam dadanya sudah tidak tertahankan. Lelaki paruh baya yang sudah terlalu percaya diri itu harus menelan kekecewaannya. Ia kalah telak. Petarung yang selama ini Ia bangga – banggakan harus takluk bahkan ditangan anak kemarin sore. Kedua tangannya terkepal kuat, tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang, dan tinggal disini lebih lama dan menyaksikan kekalahannya sendiri bisa menjatuhkan harga dirinya perlahan – lahan, ia lalu berseru kepada asisten pribadinya yang saat ini menatap was –was.

“Sial. Kau urus masalah ini, ayo kita pergi !” cetusnya lalu segera beranjak, diikuti beberapa orang yang mengekor dibelakangnya.

Sedangkan tidak jauh dari sana, kerusuhan kecil  terjadi dan menarik perhatian sekelompok orang. Yoona tengah berusaha terbebas dari cengkraman  dua pengawal berkemeja hitam. Sepasang matanya tidak berhenti mendongak kearah area pertandingan. Yoona yakin meski pun menang, Donghae terluka parah saat ini.

 “Yak lepaskan.”

“Awhhh !!!”

Salah satu dari pengawal itu memekik, Yoona menggigit lengannya dan mengarahkan tendangan kuat kearah selangkangan pengawal lain yang berusaha mencegatnya. Yoona berhasil membebaskan diri. Kedua pengawal itu tidak menyerah, keduanya mencoba menangkap Yoona sekali lagi.

 “Biarkan saja dia.” Jaebum menengahi. Langkah kedua pengawal itu tertahan. Kemudian mereka membungkuk menyesal ketika jaebum mengangkat wajah, memberi isyarat agar keduanya kembali ketempat masing – masing.  Ia menatap punggung Yoona yang berlari menuju area pertandingan, lalu menyeringai. Ternyata Ia tidak salah pilih orang. Jaebum merasa beruntung karena Yoona adalah kakak Taemin, jadi Ia bisa dengan mudah memanfaatkannya.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Yoona berlari menghampiri Donghae yang berbaring kehabisan tenaga ditengah arena pertandingan. Dengan bulir – bulir yang menyerbu pipinya Ia menatap Donghae tidak percaya bahwa lelaki itu akan berbuat senekad ini hanya demi menyelamatkan seorang gadis sepertinya. Yoona menangkup kepala Donghae dan menidurkannya di atas kedua pahanya yang terlipat.  Yoona mendekap  wajah Donghae yang dipenuhi luka dan keringat. Yoona sesanggukan tidak berani membayangkan penderitaan yang dirasakan Donghae.

“Donghae-ah Mian, Mianhae membuatmu seperti ini” Ditengah dadanya yang sesak, Yoona berhasil mengucapkan kalimat itu, sebatas kata – kata penyesalan, tidak ada  satu pun yang terpikirkan olehnya, kecuali permintaan maaf.

Yoona menghisap cairan yang nyaris tumpah dari lubang hidungnya. Gadis itu berusaha meredam perasaannya  agar bisa melakukan sesuatu untuk Donghae, agar setidaknya Ia bisa menanggung kesakitan yang dirasakan oleh lelaki itu.

“Yoona-ya.”

Suara serak Donghae menyebut namanya. Yoona merasakan gemuruh didadanya ketika mendengar Donghae memanggil namanya. Yoona tidak lantas menatapnya,  Yoona berkutat dengan segala upaya  agar tidak menangis. Ia mendongak agar air matanya tidak tertumpah dan menghadang wajahnya lebih dari ini.

“Aishh k- kau menangis lagi.” Donghae memaksakan seulas senyum, tangannya terangkat membasuh wajah Yoona yang berusaha mengeringkan matanya.

“Jangan seperti ini lagi kumohon.” Pinta Yoona membasuh keringat diwajah Donghae. Pandangan Yoona yang dipenuhi embun perlahan – lahan jernih, kini ia melihat dengan jelas bagaimana Donghae menatapnya penuh arti, sinar kerinduan itu jelas terpancar dari matanya. Wajah mereka kehilangan jarak pandang. Yoona membenamkan wajahnya, menyentuh bibir Donghae, setidaknya Ia bisa membantu lelaki itu menghirup napas buatan.

Semakin lama mereka kian menikmati pangutan yang berhasil menghembuskan rasa nyaman didalam tubuh masing – masing. Tangan Yoona menjalar diseputar leher Donghae, mengalungkangnya erat, Semakin lama permainan itu semakin dalam, mereka terlanjur dihanyutkan oleh suasana, pangutan yang tadinya sebatas rasa kasih sayang kini  berubah menjadi penuh nafsu.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Ia belum kalah. Jemari kasar itu bergerak kecil.  Tubuh yang berlumuran darah menggeliat.  Tanpa suara Ia mencabut belati yang tertancap dibagian perut. Dan disaat semua orang tidak memperhatikannya lagi, ia berusaha mengambil kesempatan ini, beringsut, dilihatnya lawan yang menjadi tandingannya sedang berbaring dipangkuan seorang wanita. Ia tertawa miris menyaksikan adengan didepan matanya. Kedua tangan yang dipenuhi darah segar itu mengepal kuat. Dengan sisa tenaga Ia berjalan merangkak kearah posisi lawannya.

Benda tajam itu terangkat tinggi – tinggi.  seorang wanita membalik pandangannya dan terbelakak lebar.

“Awas !”

Semuanya berlalu dengan sangat cepat, bersamaan dengan suara peringatan itu  Donghae sudah berada diatas tubuhnya dan mereka berguling kesamping. Teriakan penonton yang seingatnya sudah membubarkan diri lagi – lagi melolong. Yoona belum bisa membayangkan apa yang terjadi, Kedua mata Yoona seolah tetap ingin memejam, Ia sepertinya bisa menduga melalui ingatan terakhirnya  yang memutar ulang bagaimana pisau tajam itu berdiri diatas  wajahnya dan sekarang Ia tidak apa – apa, melainkan tubuh Donghae mendekapnya berarti… Yoona berusaha mengatur napas, dan wanita itu tertegun ketika  Hening menyambutnya. Yoona tidak mendengar suara Donghae, lagi.

Yoona membuka matanya, lantas Ia menyaksikan wajah Donghae yang meringis kesakitan . Yoona tidak bisa bergerak. Sementara Donghae berusaha  bangkit menahan tubuhnya dengan kedua sikutnya agar tidak menimpa tubuh  Yoona lebih lama. Dan usaha Donghae membuat napas Yoona melonggar. Wanita itu beringsut keatas, membebaskan tubuhnya dari dekapan Donghae.

Tubuh Yoona menegang. Ia merangkak tergesa- gesa ketempat  dimana Donghae terkapar. Kedua tangannya gemetar, Yoona mengerahkan jemarinya mebasuh aliran darah yang memenuhi punggung Donghae.

“Donghae-ah…”  Ini benar – benar nyata. Yoona dibutakan oleh air matanya sendiri. Ia belum bisa mempercayainya.

“bertahanlah kumohon, bertahan !” Yoona membalik tubuh Donghae, menepuk wajahnya penuh harap. Tidak ada pengaruh yang berarti. Donghae tidak kunjung membuka matanya. Yoona berteriak sambil menangis, menangis memanggil nama Donghae, tapi tidak ada seorang pun yang menggubrisnya. Ia terus mengguncang – guncang tubuh Donghae, Ia tahu semua percuma, Donghae tidak kunjung membuka matanya, Donghae kehilangan banyak kekuatannya dan lelaki itu  benar – benar merasakan sakit yang melampaui batas kemampuannya, tapi Yoona ingin melakukannya,  Ia ingin seterusnya mengguncang tubuh Donghae. Setidaknya itulah satu – satunya hal yang bisa Ia lakukan sekarang.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Sorot matanya berpendar menggelilingi setiap sudut ruangan serba putih itu. Nyeri disekujur tubuh menyerangnya, lelaki itu mengerang kesakitan. Berkali – kali  Ia mencoba mengangkat lengannya yang kaku, tapi Ia tidak berhasil menggerakkannya. Tidak hanya lengan,  bagian tubuh lain  tidak ada yang bisa digerakkan satu pun, hanya rasa sakit yang kembali menyerang.

Ia menghela napas lalu menemukan  tubuhnya sendiri dipenuhi perban. Perlahan ingatannya memutar ulang peristiwa terakhir kali sebelum Ia tidak sadarkan diri.  lelaki itu melirik kearah selang infus dan terpaku menatap seorang wanita yang sedang tertidur disampingnya.  Perlahan – lahan wanita itu mengangkat kepalanya, setengah matanya yang terpejam menatap sekitarnya, kemudian usai tersadar sepenuhnya, Ia memandang lurus dan sepasang mata bulat itu terbelalak.

“Kau sadar…”  Ia tersenyum dengan mata berseri – seri.

“Yoona-ya  kenapa aku di—“

Yoona menggenggam jemarinya hingga Ia terpaku, “Jaebum—orang itu membantuku membawamu kemari usai penikaman itu dan dia langsung pergi.” Yoona menelan ludah, Ia menekuk wajahnya terlalu malu menatap mata Donghae, dan tidak seharusnya Ia menggenggam tangan Donghae,  “Mianhae ini salahku,  kau seperti ini karena aku.” Sesal Yoona menarik tangannya.

“Ani Yoong,” Potong Donghae, tatapannya menerawang kemudian tersenyum tipis, “Kau sudah disini, dan itu berarti perjuanganku tidak sia – sia.”

“Tapi tetap saja—” Lagi – lagi Yoona membantahnya.

 “Apa enaknya sih menangis? Hmm?”

Yoona terdiam, tatapan Donghae yang seolah tanpa beban menguncinya. Yoona kembali berpikir mengenai pertanyaan Donghae kepadanya, menangis ? benarkah?

Kedua tangan Yoona terangkat membasuh wajahnya. Jadi benar, air matanya mengalir tanpa Ia sadari. Cepat – cepat Yoona menyembunyikan wajahnya lalu menyeka bulir – bulir itu hingga mengering.

“Kau yang membuatku jadi seperti ini…”  Yoona meremas kesepuluh jemarinya dan menimbang – nimbang dalam hati.  Itu memang benar, akhir – akhir ini Donghae selalu berhasil membuatnya meneteskan air mata, dan satu – satunya alasan kenapa Yoona menangis adalah karena kebodohan Donghae. Lelaki itu benar – benar bodoh, sejak awal seharusnya Donghae menghindarinya, Donghae bisa mencari wanita lain, bukan seperti ini yang justru  memilih untuk menceburkan dirinya sendiri kedalam jurang hanya demi seorang wanita sepertinya.

Egois, Yoona memang tidak tahu diri karena justru Ia menyukainya. Kebodohan Donghae.

“Gwenchana ?”

Yoona  mengigit bibir bawahnya, Ia memaksa diri untuk menatap mata Donghae. Pada akhirnya Yoona mengangguk.

Untuk beberapa saat Yoona terpaku. Pancaran mata yang ditemukannya membuat perasaan Yoona luluh seketika. Selalu ada payung ketenangan disetiap iris mata Donghae, Yoona tidak bisa memungkiri bahwa pesona Donghae mengalihkan dunianya dalam sekejap.

Donghae tersenyum mencairkan suasana, tapi lengkungan halus dibibirnya terlalu menenangkan hingga menembus kedalam mata Yoona, menyadarkan wanita itu dari lamunan panjang. Yoona tercekat bingung ketika Donghae tampak memperhatikannya. Lantas Yoona tersenyum, dengan begitu Ia tidak perlu salah tingkah didepan Donghae.

“Tidak perlu memperhatikanku sampai seperti itu,” Donghae terkekeh. Yoona bingung harus menjawab apa. Ia tertangkap basah. Otaknya terus mendorongnya untuk berkata sesuatu tapi hanya bibirnya yang membuka.  Donghae terus menanti – nanti reaksinya dan Yoona mengerucut sebal ketika tidak menemukan kalimat yang pas. Ia beranjak mencondongkan tubuhnya ragu. Lalu tanpa banyak berpikir lagi Ia mengecup bibir Donghae.

Yoona menghela napas tidak menyangka berbuat seperti itu. Donghae baru saja sadar, lalu bagaimana mungkin Ia melakukannya?

 “S-sudahlah jangan banyak bicara,  pokoknya kau harus cepat – cepat keluar dari sini, A-ara?” perintahnya dengan gugup. Yoona meniup ubun – ubun, Ia menyadari kalau bisa jadi kelakukuannya tampak aneh didepan Donghae.

Mau tidak mau, Yoona menanti reaksi lelaki itu selanjutnya, Ia tersenyum meski tampak canggung.

“Kuharap begitu,” Donghae menatap Yoona penuh arti, “Kau tahu melihatmu didepanku tanpa bisa melakukan apapun dengan tubuh seperti ini membuatku tersiksa.”

“Apa?” Yoona mengernyit. Ia berusaha menebak maksud dari kata – kata Donghae.

“Aku ingin memelukmu.”

Yoona tertegun. Belum lima detik Yoona sudah mengubah ekspresinya. Ia tidak mau Donghae menangkapnya lagi yang sedang  terhanyut memikirkan lelaki itu, seperti tadi.

“Baiklah Lakukan saja sekarang kalau bisa.” Yoona pasrah mempersilahkan siapa saja, Ia  merentangkan kedua tangannya selagi mengangkat alis.

Donghae terkekeh, “Kau sepertinya menantangku.”

Yoona mengangkat bahu, tidak mau ambil pusing dengan kata ‘menantang’ yang dilontarkan Donghae.  Namun begitu Yoona tidak bisa menampik bahwa didalam jantungnya debaran aneh tidak terkendali  menendang – nendangnya seolah mengirim sinyal perintah agar Ia melangkah sejengkal saja, dan menyerahkan seluruh dekapan hangatnya kepada lelaki itu.

o—0—o—0—o—0—o          ***           o—0—o—0—o—0—o

Donghae membuka pintu apartemennya. Langkahnya tertahan ketika mengingat sesuatu. Ia merogoh kantong celananya dan menatap sebuah benda yang membuatnya tersenyum. Donghae kembali memasukkan benda persegi itu keasalnya. Ia menghembuskan napas gusar. Entah membayangkan bagaimana nanti jika benda ini berpindah tangan membuat jantungnya berdebar – debar.

Kegelapan menyambutnya. Donghae menutup pintu lalu beranjak mencari saklar lampu. Disaat cahaya memenuhi ruang tamu Ia dikejutkan oleh sesuatu.

~dor~

Suara ledakan membuat Donghae tersentak. Donghae terdiam sesaat menormalkan detak jantungnya. Lelaki itu menghembuskan napas lega ketika menemukan bahwa suara ledakan tadi hanyalah suara ledakan balon yang sengaja diledakkan oleh Yoona.

“Taraaaaaaaa…”Yoona merentangkan tangannya memperlihatkan setiap sudut ruang tamu yang telah dihiasi oleh balon warna warni.

“Selamat atas satu minggu kesembuhanmu.” Yoona tersenyum girang selagi bergelayut manja dilengan Donghae.

“Yoona… bagaimana bisa kau—“

“053090.” Potong Yoona mengeja password apartemen Donghae, yang juga tanggal dimana Yoona berulang tahun.

“Ani.” Donghae bergeleng, “Bukan itu maksudku tapi… bagaimana bisa kau memikirkan hal ini?”

Yoona melipat kedua tangannya, mencibir kecewa, “Kau tidak suka?”

“Hei Siapa bilang aku tidak suka?” Donghae tersenyum menenangkan. Lelaki itu memeluk bahu Yoona dari belakang, berbisik hingga menyapu lehernya, “Aku menyukainya sungguh.”

Yoona bergidik. Ia berbalik badan, melingkarkan tangannya dileher Donghae, “Bukankah seharusnya kau  istirahat sampai minggu depan?” tanyanya pelan. Wajah mereka yang nyaris tidak berjarak membuat Yoona bisa merasakan hembusan napas Donghae menyapu wajahnya.

“Aku hanya keluar untuk mengambil sesuatu.”

“Kemana?”

“Ke-suatu tempat.”

Mata Yoona memicing. Donghae tergelak, Lelaki itu mengusap wajah Yoona, menyingkirkan surai – surai hitam yang menghalangi. “Aku hanya sebentar, lagi pula diluar dingin sekali—“

Yoona tertegun. Pikirannya mengawang jauh. Ia tahu cuaca malam ini sangat dingin, dan itu berarti…

Donghae mendaratkan kecupannya dibibir Yoona, seketika wanita itu tersadar dengan mata sendunya,

“Ada apa dengan wajahmu hmm?”

Melepaskan kontak mereka, Ia mundur selangkah, “Ani, hanya merasa—“ Yoona menekuk wajahnya tidak sanggup berkata – kata.

Donghae melangkah mendekatinya, lelaki itu menatap sebentar dengan wajah bertanya – tanya, lalu ketika tidak kunjung menemukan jawaban Ia mengangkat dagu Yoona. Donghae berusaha mencari sesuatu yang salah dibalik mata Yoona, tapi wanita itu justru berpaling.

Yoona berjalan kearah jendela, menggeser gorden lalu menatap lurus kearah lampu gedung yang menyala – nyala ditengah kegelapan. Donghae menempatkan diri disampingnya, mengikuti tatapan Yoona.

“Aku sedang memikirkan seseorang.” Yoona menerawang, sementara Donghae bergelut dengan pikirannya mengenai seseorang yang dimaksud Yoona.

“Kemarin aku mendapat kabar, adikku Taemin baru  saja kedapatan berpesta narkoba bersama teman – temannya.” Jelas Yoona. Ia tahu  Donghae mengerti maksudnya. Yoona sudah menjelaskan semua, seluruh kejadian yang menimpanya kepada Donghae, kejadian dari awal Taemin menjemputnya malam itu dengan maksud tertentu, hingga masalah Jaebum, yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan  untuk membebaskan adik perempuannya.

“Kau bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya ?“ sela Yoona

Cukup lama terdiam, Yoona tidak mendengar Donghae menanggapinya, Ia tidak tahu apa yang dipikirkan lelaki itu tentangnya. Yoona hanya ingin terus berbicara…

“Polisi membawa mereka.” Yoona tersenyum pedih mengingat keadaan masa lalu, “Dia anak yang baik, setelah orang tua kami bercerai dan tiba – tiba menghilang begitu saja, aku hanya hidup berdua dengannya.” Beber Yoona menatap bayangan dirinya pada permukaan kaca.

“Mungkin aku yang tidak bisa menjaganya dari pergaulan buruk itu.”

Yoona menyampingkan arah pandangnya menghadap Donghae, lelaki itu menoleh, “Seperti yang kau katakan bahwa diluar sana dingin sekali, mungkin dia juga merasakannya lebih dari pada yang aku rasakan.”

Sorot mata penuh kehawatiran itu memacu Donghae untuk memeluknya. Yoona merasakan tubuhnya menghangat seketika.

“Gwenchana, jangan menyalahkan dirimu Yoona, kejadian itu tidak bisa kau hindari dan itu diluar kuasamu.” Donghae menepuk punggung Yoona, menarik napas panjang lalu menghembuskannya, “Ambil saja sisi baiknya, mungkin dengan begitu Taemin bisa berubah.”

Yoona terdiam, beberapa saat kemudian melonggarkan pelukan mereka dan menatap Donghae dengan senyum miris,  “Ya Kau benar.”

Berlama – lama hidup didalam pikirannya membuat Yoona melupakan persta kecil – kecilan ini. Ia menyambar lengan Donghae, lalu menggiringnya ke ruang tengah,  “Ah biar kuperlihatkan sesuatu.”

Donghae mengikuti langkah Yoona, sedikit kaget dengan perubahan sikap Yoona yang tiba – tiba, namun Donghae tidak ingin menganggapnya sebagai masalah. Sudah cukup bagi Donghae melihat Yoona mengesampingkan kesedihannnya.

Langkah mereka berhenti didepan meja makan. Yoona mengangkat tutup saji diatas meja, menghitung sebelum membukanya, “Taaraaa, aku membuatnya seharian ini bersama Tiffany.”

Yoona tersenyum sumringah memamerkan sebuah kue tart hasil karyanya. Kue tart itu dipenuhi krim yang berbentuk bunga merah jambu. Diatasnya terdapat banyak coklat serut dan sebuah tulisan, ‘I Love You.’ Dan tidak lupa belasan lilin – lilin kecil dipinggirnya.

Donghae tergelak, “Mwoya? Ini lebih mirip pesta ulang tahun.”

“Jadi ?” Yoona meminta pendapat Donghae.

Sebelum menjawab Donghae memeluk pinggang Yoona dari belakang, menghirup tengkuk Yoona hingga paru – parunya sesak, “Biarkan saja, pesta favoritku adalah pesta ulang tahun.”

Yoona melepas paksa tangan Donghae yang melingkar di pingganya, Ia menarik kursi, duduk dengan nyaman selagi melipat kedua tangannya diatas meja, “Mari, utarakan permintaanmu.” Perintah Yoona menarik kursi lain disampingnya, menepuk kursi itu dan menatap Donghae tidak sabaran.

Donghae menuruti perintah Yoona. Ia menangkupkan kedua tangannya selagi memejamkan mata. Yoona memperhatikan wajah Donghae penuh minat. Matanya berkilap – kilap ingin tahu. Yoona terus menunggu bersama hening panjang yang hadir diantara mereka, hingga tanpa sadar Yoona menganga menatap bibir Donghae yang menggumamkan sesuatu entah apa.

Donghae membuka matanya, Ia menarik napas panjang, meniup belasan lilin diatas kue hingga tercipta kepulan asap yang memenuhi wajahnya.

“Apa permintaanmu?” desak Yoona penasaran, Donghae yang sudah selesai dengan lilin – lilin itu menatapnya sambil berpikir, “Apa ya?”

Yoona memandang penuh harap kearah Donghae yang sibuk menimbang nimbang, “Kalau kubilang padamu, tidak akan terwujud,” Donghae menatap Yoona dengan senyum misterius. Yoona mendengus.

 “Kecuali kalau—“ Donghae menjeda selagi berpikir. Yoona yang masih penasaran, memajukan wajahnya ingin tahu, “Kalau apa?”

Tangan Donghae bergerak menggenggam tangan Yoona, meremas jemari lentik dibawah tangan kekarnya.

Sementara Yoona tersentak. Ia menatap tangannya yang menyatu didalam kepalan Donghae. Yoona lantas memandangi sekelilingnya, merasa bahwa atmosfer diantara mereka berubah menjadi sedingin es. Namun begitu Yoona tetap menunggu kalimat Donghae, matanya yang berbinar – binar berubah menegang.

“Yoona.”

“Ya?”

Donghae menggigit bibir bawahnya. Lelaki itu bernapas dengan gusar. Ia pun tidak menyangka akan secepat ini, semua diluar rencananya. Pemikiran itu muncul begitu saja. Semakin Yoona disampingnya maka  semakin kuat keinginan Donghae untuk memiliki gadis itu seutuhnya. Donghae ingin mengikat Yoona menjadi miliknya dan Ia tidak bisa menahan lebih lama segala hasrat yang menguasainya karena Yoona.

Donghae membawa genggaman tangannya dan Yoona ketengah – tengah mereka, mengusap punggung tangan wanita itu dengan ibu jarinya. Donghae terdiam sejenak memikirkan kata – kata yang tepat kemudian menatap mata Yoona hingga kepupilnya.

“Yoona, kau adalah satu – satunya yang bisa mewujudkannya.”

“Apa?”

“Keinginanku, kau satu – satunya yang bisa mewujudkannya,” ulang Donghae.

“W-wae?”

“Karena aku yakin—“ Donghae membiarkan hening menahan suaranya, Ia tersenyum tipis, “Keinginanku akan terwujud selama itu bersamamu.”

Bibir Yoona terkatup, Ia hendak mengatakan sesuatu tapi entah bagaimana  persisnya. Terlalu banyak pertanyaan yang berputar dikepalanya hingga Ia bingung sendiri.

“Kau ingin tahu apa yang paling kuinginkan sekarang?” Donghae menegaskan.

Yoona mengangguk tanpa berkedip.

“Menikahlah denganku.”

“Huh?”

Donghae berlutut dihadapan Yoona, membuat wanita itu terperangah.

“Donghae-ah ini—“ Yoona kehilangan kata – kata, lehernya lebih dulu tercekat melihat bagaimana Donghae mengeluarkan beludru persegi dari saku celananya, terlebih ketika Donghae mengangkat bagian atasnya hingga membuka, dan tampaklah cahaya perak yang berpendar.

“Kau ingin tahu permintaanku kan?”

Yoona menelan kegugupannya.

“Menikah denganku.”

 “Donghae, mianhae sebenarnya ini terlalu cepat bagiku..” sesal Yoona meremas kesepuluh jemarinya, “Aku belum memikirkan hal – hal semacam pernikahan…”

“Sshth—“ Donghae menutup kotak itu selagi meletakkan telunjuknya dipermukaan bibir Yoona. Ia menduga jawaban Yoona berujung penolakan, meski pun Donghae merasa jantungnya kini seperti diremas, Ia tetap menghadirkan seulas senyum untuk Yoona agar wanita itu tidak merasa bersalah.

Yoona tetap duduk ditempanya, Ia membatu ketika Donghae mengusap rambutnya selagi berkata, “Aku tidak pernah memaksamu.”

“Dan aku juga belum selesai bicara.” Potong Yoona lalu memejamkan mata. Ia bangkit dari tempat duduknya. Donghae mengikutinya berdiri agar pijakan mereka setara.

Yoona menatap Donghae lurus, Ia membasahi bibirnya lalu menghembuskan napas panjang, “Donghae Aku memang belum memikirkan hal – hal semacam pernikahan…” Ujarnya berpikir sejenak. Yoona menangkup wajah Donghae yang serasa berkeringat ditangannya, sementara itu Donghae menungguinya dengan hembusan napas berkejaran.

“Aku belum sepenuhnya yakin.. tapi—“

Lelaki itu mengangkat alis penuh harap.

Yoona termenung lalu menatapnya, “Tapi kalau itu denganmu, aku bersedia, Oppa.”

Donghae tersentak oleh jawaban Yoona. Pupilnya melebar dengan pesat. Oppa…  pertama kalinya Donghae mendengar Yoona memanggilnya seperti itu, Donghae tahu bahwa  sebelum ini Yoona hanya mengganggap hubungan  mereka sebatas teman kencan, tidak lebih, Donghae bisa mengerti kenapa Yoona menjaga jarak darinya meskipun mereka sudah menghabiskan malam bersama, itu karena Yoona  segan dengannya, belum lagi anggapan Yoona  tentang dirinya bahwa hubungan mereka hanya sebatas partner kerja.  Tapi itu dulu, sekarang berbeda. Kini Donghae bisa merasakan tatapan mata Yoona yang hangat, berpendar menembus matanya, membuat Donghae percaya bahwa Yoona bersungguh – sungguh.

Donghae mengatur napasnya yang menggebu – gebu. Ia menarik Yoona kedalam pelukannya, menghirup wangi tubuh yang memabukkan itu sepuas mungkin.

“Kau tidak melupakan sesuatu kan?” Yoona tersenyum penuh arti usai berhasil membangun sedikit jarak supaya mereka berbicara empat mata.

Mengingat sesuatu, Donghae mundur kebelakang. Ia tersenyum menatap cincin didalam kotak yang digenggamnya. Dengan keyakinan penuh Donghae meraih bagian kiri jemari Yoona, memasangkan benda perak melingkar disana hingga benda itu berpendar menghiasi jemari lentiknya.

Usai terpasang sempurna, Yoona tersenyum memandangi cincin perak yang baru saja melingkar diseputar jemarinya. Yoona membasuh cincin itu dan merasakan sensasi dingin permukaanya.  Ia berjanji tidak akan melepaskannya, cincin itu akan menjadi tanda ikatan mereka sampai hari bersejarah itu tiba.

“Gomawo.”

Yoona mendongak ketika suara Donghae berbisik ditelinganya. Jarak wajah mereka minim sekali. Bahkan Yoona bisa merasakan hembusan napas Donghae menyapu wajahnya.

“Kau tahu apa yang paling ingin kumenangkan selain kejuaraan itu?”

“Apa?”

“Kau.”

Yoona tersenyum selagi berusaha menahan tubuh Donghae yang nyaris menghimpitnya tapi Ia kalah, Yoona terdorong kebelakang, mundur selangkah demi selangkah. Donghae sudah memperhitungkan hal itu. Ia menariknya lalu mengencangkan pegangannya disekeliling pinggang Yoona agar wanita itu tidak terjatuh. Sementara Yoona kehilangan cara untuk bernapas dengan normal ketika Donghae menghujamnya dengan pagutan liar. Namun begitu tidak ada niat sedikit pun darinya, memutus gairah yang bertubi – tubi. Dan malam ini lagi – lagi Yoona dibutakan oleh permainan Donghae.

“Dan kita akan menyatu, aku janji.” Ujar lelaki itu terakhir kali.

Beberapa menit setelahnya mereka menghilang ditelan kegelapan.

o—0—o—0—o—0—o    *The End*     o—0—o—0—o—0—o

 

Penulis:

nyanya nyinyi nyonyo :p

43 tanggapan untuk “[ Longshoot ] FF Yoonhae – The Gambler

  1. Ahh ,kebawa feelnya 🙂
    Ngelihat perjuangan hae yang begitu hebat ,
    Dan ending.nya happy buat aku senyum2 GJ 🙂
    Gak nyangka awal pertemuan mereka kayak gitu , daebak 🙂
    Keep writing ne? Fighting 🙂

  2. Aku pikir moon gikwang bakal keras kepala wat dapetin yoona ternyata mau juga ngalah…..
    Keren ceritanya……good job thor…..

  3. ff nya bagus bgt…
    ceritanya keren bnr2 dapet feelnya..
    untung donghae selamat dan yoona ga diapa apain..
    dan yoonhae brsatu^^
    keren pokoknya..ditunggu thor ff yh lainnya 🙂

  4. daebak daebak daebakk
    aku suka banget sama longshoot nya
    pengen minta sequel boleh
    kehidupan mereka setelah nikah,,, atau nikahnya gimana
    terus tambahin konflik dkit hehe
    ditunggu next ff nya^^
    fighting and keep writing thor^^

  5. Akhirnya bahagia juga, seneng karena mereka bersatu dan semua masalah nya selesai ,sempat deg degan pas pertandingan itu apa lagi itu pertandingan bukan masalah sportif yang di junjung tinggi tapi pertaruhan dan kekuasaan.
    Aku suka sama jalan ceritanya walaupun menurutku agak kecepetan alurnya di awal awal YoonHae ketemu, tapi pas kebawahnya bagus kok dan aku tunggu ff lainnya un ^^

  6. Awalnya si yoona cuma mao godain donghae doang malah jatuh cinta bgtupun sebaliknya , aish si taemin ngapa gtu ama kakanya terharu liat perjuangan donghae buat nyelametin yoona sampe pengen mati gtu sempet deg degan bacanya tapi menang juga , bahagia juga yoonhae akhrnya stelah bnyak mlewati masalah , seru ffnya

  7. deg2an banget pas donghae adu jotos sama lawannya, takut donghae kenapa2. gila taemin jahat banget nyeburin kakaknya sendiri buat jaminan gegara utangnya dia. hubungannya donghae sama yoona agak rumit, tapi akhirnya berakhir bahagia. sayang banget belum sampek partnya mereka menikah. bikin sequelnya dong chingu

  8. Aigoooooo ini ff keren banget… udh lama aku nggak baca ffmu chingu-ya… pas baca lagi disuguhkan dengn ff ddaebk ini.. hihihi…. ah rasanya jdi pgn punya pcr kayak lee donghae.. hohohoo //dickik yesung// ini alurnya gak kecepetan kok… feelnya dapet bgt untuk ff longshot ini……

  9. Aigoooooo ini ff keren
    banget… udh lama aku nggak
    baca ffmu chingu-ya… pas
    baca lagi disuguhkan dengn
    ff ddaebk ini.. hihihi…. ah
    rasanya jdi pgn punya pcr
    kayak lee donghae..
    hohohoo //dickik yesung// ini
    alurnya gak kecepetan kok…
    feelnya dapet bgt untuk ff
    longshot ini……

  10. yoonhae manis banget kisah cintanya…
    donghae tulus vinta yoona, walaupun yoona penari di club. dia rela ngelakuin apa saja buat yoona, taemin kecanduan sampai-sampai tega ngasih yoona ke jaebum.
    romantis nih donghae ceritanya hehehe
    Nice Ff…

  11. nyess bgt, akhrnya berujung bahagia,
    perjuangan hae gak sia“ taemin jahat skali ngejebak kkanya sndiri masa , aaah campur aduk perasaan ini, tp overall aku suka ceritanya pun panjang, jd puas

  12. Huwaaaa.. Bener2 long story, aq kira nie bakalan chapter
    Tpii untungnya g chapter, soalnya udh keburu penasaran sma endingnya.
    Perjyangnnya donghae bwat Yoona keren bgtzz.. Dya smpr babak belum kek g-t bwat Yoona.. OMG so sweet bgtzzz
    Author post FF nya jangan lama2. Aq slalu nunggu FF karyamu.. Pokoknya d tunggu karya2nya yg laennn

  13. Huwaaaa.. Bener2 long story, aq kira nie bakalan chapter
    Tpii untungnya g chapter, soalnya udh keburu penasaran sma endingnya.
    Perjyangnnya donghae bwat Yoona keren bgtzz.. Dya smpr babak belum kek g-t bwat Yoona.. OMG so sweet bgtzzz
    Author post FF nya jangan lama2. Aq slalu nunggu FF karyamu.. Pokoknya d tunggu karya2nya yg laennn
    Yg marry you my Best friend jga d tunggu bwat part berikutnyaaa

  14. akhirnya yoonhae bersama,pokonya komplit crtanya romantisnya da,tegangnya jg da bkin deg2an pas yoona diculik n waktu hae dlm pertandingan tp perjuangan hae gak sia2 wlu hrs dirwat dirumah sakit n berkat adanya kjadian ini yoonhae sdr lox mreka sling membutuhkan dan sling menyayangi.
    gak nyangka lox taemin tega nukar yoona ke jaebum bt byr hutang2nya dan ahirnya taemin dpt byran yg setimpal yaitu dipenjara.
    crtanya keren min..sng lht yoonhae bs bersama 🙂

  15. Ceritanya dramatis banget. Donghae benar2 ra melakukan apapun demi Yoona. Semoga Taemin bisa sadar dan menjadi lebih baik lagi setelah berusaha mengorbankan kakanya sendiri. Sepertinya ada sequel akan lebih menarik lagi. Pengen tau kehidupan donghae dan yoona setelah menikah

  16. daebbak !!! waktu pas baca awal2 smp pas yg donghae adu jotos itu bener2 tegang bgt.. tpi di sisi lain yoonhae jga sweet bgt bkin senyum2 sendiri.. next ff di tunggu

  17. cerita ffnya keren feel nya dapat
    dan disini donghae oppa so sweet banget sama yoona dan happy ending
    eh keinget ini kan yang pernah kita bahas xD kasian wajah tampan donghae oppa babak belur tuh.
    pokonya aku suka ff longshoot ini hehe
    ditunggu ffnya yang lain^^

  18. Aku suka banget baca setiap fanfic kamu, penulisan kamu itu rapi dan indah, dapet bnget feelnya.
    Tapi ff ini kalau di buat dua atau tiga chapter lg pasti lebih keren..

    aku ijin baca ff yang lain ya..
    pokoknya keren lah :* ..

  19. Waw keren bnget crita’a.. kasian Yoona dimanfaatin ma adek’a.. terharu banget liat perjuangan haepa buat nyelamatin Yoona..Ditunggu ya karya” selanjut’a…#smile

  20. Wahhh keren chingu.
    Berasa nyata di bagian pertarungan tinjunya
    perjuangan Donghae uwaw banget
    Tapi memang alurnya sedikit kecepetan
    Selain itu fanfictionnya oke.
    keep writing ^^

  21. Daebakkk.. Hae petarung yah?? Woahh.. YoonHae ternyata udah gitu.. 😀 Perhatian dan perjuangan hae buat dptin yoong berbuah hsil yg woahh.. Kasian bnget liat hae wktu bertarung buat nyelamatin yoong.. Daebakk.. Dari awal hingga tngah bkin tegang ma deg2an.. nah endingnya bkin kta kyk orang gila,, snyum gaje sndiri..

    Fightong eonni 🙂

  22. Hallo unnie, aku baru membaca ff mu yg ini. Aku suka ceritanya tidak pasaran, sangat menarik. Pas baca ff ini aku seperti terbawa suasana kk~ unnie daebak 😊

  23. Oh my god! Bravo, authornim !!!
    Menurut aku alurnya gak kecepetan sama sekali. ini longshoot yg mendebarkan, romancenya dapet bgt, dan ketidaksempurnaan tokoh-tokohnya membuat cerita ini luar biasa. Idenya mungkin biasa karna sering dijumpai di film2, tp author punya style sendiri.
    penggambaran adegan actionnya juga bikin adrenalin naik. Aku acungin jempol utk ceritanya dan standing applause buat authornya.
    salam, aku reader baru. Izin baca ff yg lainnya ya^^

  24. Halo authornim. Perkenalkan aku pendatang baru. Beruntungnya ketemu sama blog ini. Baru baca satu ff aja udah bikin decak kagum.
    Meskipun idenya masih terbilang sering dipakai di novel romance fiksi atau bahkan film, tp author punya style sendiri. Alurnya pas, gak trlalu cepat padahal ini longshoot. Aku suka sekali karakter yg tidak sempurna yoonhae disini. Bravo author!
    Standing appalause utk authornya. Izin baca ff yg lain ya 🙂

  25. Yoona daebak. Hati keras donghae aja bisa diluluhin.

    so sweet bangett masa password apartemen donghae tanggal ultahnya yoona. ngga tau kenapa disitu sosweet…

    author daebak !!!

  26. Daebak,,, critanya keren bnget..
    pengorbanan hae buat yoong 👍smpai brkucuran darah,,
    tadinya aq takut hae bakal gak slamet, tp akhirnya happy end jg..
    ditunggu kelanjutan crita YoonHae yg lain 👍

Tinggalkan Balasan ke Dian YH Batalkan balasan